Minggu, 25 Januari 2015

Ulama Salaf Mengingkari Suka Jidal Dan Berdebat

بسم الله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد

Saudaraku…
Jaukanlah dirimu dari jidal dan perselisihan , terlebih lagi bila perselisihan itu muncul belakangan , apalagi pada masalah yang tidak pernah dilakukan para sahabat padahal mereka sangat mungkin dan sangat mampu melakukannya , dari jalan ini syetan-syetan masuk sehingga karena akal yang banyak mengatakan begini dan begitu tanfa landasan dalil yang jelas bisa menyebabkan tergelincirnya seseorang sehingga jauh dari pijakan dien yang haq .

Alhafidz Ibnu Rajab mengatakan :
Diantara perkara yang diingkari oleh imam-imam salaf adalah jidal , bertentangan dalam masalah halal dan haram , dan ini bukanlah jalan para imam dalam islam , sungguh ini dimunculkan oleh orang-orang setelah mereka , sebagaimana ini diciptakan oleh puqaha' iraq dalam masalah khilaf antara Syafi'iyah dan Hanafiah , sampai mereka mengarang kitab-kitab masalah khilaf , semua itu adalah pekara yang baru , tidak ada asalnya , sampai hanya inilah yang jadi ilmu mereka , dan mereka tersibukkan dari ilmu yang lebih bermanfaat .

Pengingkaran Salaf dalam masalah berdebat
Terdapat dalam hadits yang marfu'

ما ضَلَّ قومٌ بعدَ هُدًى كانوا عليهِ إلَّا أوتوا الجدَلَ ثمَّ تلا رسولُ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ هذهِ الآيةَ مَا ضَرَبُوهُ لَكَ إِلَّا جَدَلًا بَلْ هُمْ قَوْمٌ خَصِمُونَ (حسنه الألباني في صحيح الترميذي 3253 (

“Tidak tersesat kaum ini setelah hidayah yang mereka diatasnya , kecuali karena mereka bergelut dengan jidal kemudian Rasulullah membaca ayat : artinya : tidaklah mereka memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja , sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar (Qs.Az-zuhruf 58) (dihasankan oleh Syaikh Albani dalam Shahih Tirmidzi no 3253)

Berkata sebagian Ulama' Salaf :
Bila Allah menginginkan kebaikan kepada hambanya , dibukakan untuknya pintu beramal , dan ditutup darinya pintu jidal pertentangan , dan bila Allah menginginkan pada hambanya , keburukan , ditutup baginya pintu amal dan dibukakan untukknya pintu jidal .(Imam Al-Auza’I , Ma’ruf Alkakhi lihat Iqtidha’ alilmi Al-amal hal 79 dan jami’ bayanil ilmi 2/93
Imam Malik Rahimahullah mengatakan : Aku telah menjumpai penduduk negeri ini (Madinah) sungguh mereka membenci apa yang banyak dilakoni manusia sekarang " maksudnya banyak mengutarakan permasalahan.(Ihyaul Ulum 1/80)

beliau mengatakan juga:
- jidal dan berdebat dalam ilmu itu menghilangkan cahaya hati
- berdebat dalam ilmu itu mengeraskan hati dan mewariskan kebencian.

Kemudian Alhafidz Ibnu Rajab mengatkan:
tidaklah para salaf diam dari bertentang dan berdebat karena mereka bodoh dan lemah (ilmu) , akan tetapi mereka diam diatas ilmu dan takut kepada Allah Azza wajalla , dan tidaklah berbicara dan banyak berbicara orang-orang setelah mereka karena kekhususan mereka dalam ilmu , akan tetapi karena suka bicara dan sedikit wara' .

sebagaimanapula Alhasan Albashri mendengar sekelompok orang yang berdebat dan beliau mengatakan : mereka adalah kaum yang malas beribadah , ringan bagi mereka berbicara , sedikit wara'nya maka merekapun berbicara (berdebat).

-Ibrahim An-Nakha-i berkata : Aku sama sekali tidak pernah berdebat.
-Abdul Karim Aljazari alhafidz alfaqih wafat th 127 H berkata : tidak akan berdebat sama sekali orang yang wara'.
-Jakbar Bin Muhammad mengatakan : hati-hati kalian dari perdebatan dalam agama , sungguh ia menyibukkan hati dan mewariskan kemunafikan. (hilyatul Auliya’ 3/198).

Sungguh bencana banyak berdebat telah menimpa kebanyakan manusia dizaman ini , mereka menyangka , orang yang banyak debat banyak berbicara dalam masalah agama adalah lebih berilmu dari yang lainnya , sungguh ini adalah kebodohan yang nyata.

Lihatlah kibar sahabat Rasulullah shallallhu alaihi wasallam , dan para ulama mereka seperti Abu Bakar , Umar , Ali , Mu’adz , Ibnu Mas’ud , Zaed Bin Tsabit semoga Allah meridhai mereka semua , bagaimana mereka , perkataan mereka lebih sedikit dari perkataan Ibnu Abbas , padahal mereka lebih berilmu , demikian juga perkataan Tabi’in , perkataan mereka lebih banyak dari perkataan sahabat , padahal sahabat lebih berilmu dari mereka , para pengikut tabi’in perkataan mereka lebih banyak dari perkataan Tabi’in , padahal tabi’in lebih berilmu.

Bukanlah ilmu itu dengan banyaknya riwayat , banyak perkataan , akan tetapi ilmu itu adalah cahaya yang tertanam dalam hati , dengannya seorang hamba memahami alhaq , dia bedakan dengannya kebatilan , lalu ia ibaratkan alhaq itu dengan kalimat ringkas mengena sesuai dengan maksud dan tujuan.

Ilmu inilah yang diwarisi para sahabat dari Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam , Ilmu Rasulullah yang diberikan Allah Ta’ala Jawami’ Alkalim (kalimat ringkas padat penuh makna) .
Karenaya terdapat larangan dari banyak bicara , meluaskan perkataan ini dan itu , Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda :

" إن الله لم يبعث نبيا إلا مبلغا , وإن تشقيق الكلام من الشيطان "( رواه أحمد في مسنده وعبد الرزاق في مصنفه)

Sesungguhnya Allah tidaklah mengutus seorang nabi kecuali hanya sebagai muballig (pengantar), dan sungguh meluaskan perkataan itu adalah dari setan (Hr Ahmad dalam Musnad 2/94 dan Abdurrazzaq dan Mushannaf 11/163-164)

(lihat nasihat indah ini dalam kitab Fadhlu 'ilmi As-Salaf 'Ala Ilmi Alkhalaf Alhafidz Ibnu Rajab : 77-85)

semoga bermanfaat

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين

Abu Nawwaf
Akhyar Rosyidi, LC

Thaif 15/3/1436 H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar