Jumat, 23 Januari 2015

Hadits ke-10 | Adab-Adab Bersin

BimbinganIslam.com
Senin, 21 Rabi'ul Awwal 1436 H / 12 Januari 2015 M
Ustadz Firanda Andirja, MA
Kitabul Jaami' | Bulughul Maaram
Hadits ke-10 | Adab-Adab Bersin
-------------------------

Alhamdulillaah washshalaatu wassalaamu 'alaa Rasuulillaah.

Para ikhwan dan akhwat, kita masuk pada halaqoh yang ke-13..

Dari Nabi صلّى اللّه عليه وسلّم bersabda:

إِذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ فَلْيَقُلْ: اَلْحَمْدُ الله, وَلْيَقُلْ لَهُ أَخُوهُ يَرْحَمُكَ الله, فَإِذَا قَالَ لَهُ يَرْحَمُكَ الله, فَلْيَقُلْ يَهْدِيكُمُ الله, وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ ) أَخْرَجَهُ اَلْبُخَارِيُّ

Jika salah seorang dari kalian bersin maka hendaknya dia mengatakan "Alhamdulillaah". Dan saudaranya yang mendengarnya mengucapkan "Yarhamukallaah". Jika saudaranya mengucapkan yarhamukallaah maka yang bersin tadi menjawab lagi dengan mengatakan "Yahdikumullaah wa yushlihu baa lakum" (semoga Allah memberi petunjuk kepada kalian dan semoga Allah meluruskan/memperbaiki urusanmu.
(Hadits diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari)

Hadits ini berkaitan tentang adab bersin dan adab orang yang mendengar bersin.

Pertama berkaitan dengan orang yang bersin.
Orang yang bersin, dia telah mendapatkan nikmat dari Allah سبحانه وتعالى. Sehingga tatkala dia bersin keluar kotoran dari tubuhnya dan dia merasa lebih ringan daripada dia bersin tersebut terpendam dalam dirinya. Maka hendaknya dia mengucapkan "Alhamdulillaah".

Dan sebagian orang menyatakan bahwasanya bersin menunjukkan sehatnya seseorang. Dia tidak berbicara tentang orang yang bersin melulu, menunjukkan dia sakit, tidak. Tapi kita berbicara tentang yang bersin terkadang yang dialami oleh seseorang, ini adalah nikmat yang menunjukkan tubuhnya sehat sehingga keluar dari tubuhnya hawa tersebut sehingga dia mengucapkan "Alhamdulillaah".

Dan ini peringatan bagi kita, kalau bersin, sekedar bersin kita dianjurkan untuk mengucapkan "Alhamdulillaah", memuji Allah atas nikmat tersebut. Bagaimana lagi dengan nikmat-nikmat yang lain? Oleh karenanya hendaknya sering kita memuji Allah tatkala kita berdzikir alhamdulillaah setelah shalat, benar-benar kita renungkan makna alhamdulillaah. Bahwasanya terlalu banyak nikmat yang Allah berikan kepada kita, yang terkadang kita lupa untuk bersyukur kepada Allah سبحانه وتعالى, lupa untuk memuji Allah سبحانه وتعالى yang memudahkan nikmat tersebut kepada kita.

Kemudian tatkala dia bersin, hendaknya dia memperhatikan adab. Sebagaimana Nabi صلّى اللّه عليه وسلّم tatkala dia Rasulullah bersin, wadho'a yadahu fi fihi. Rasulullah kalau bersin beliau meletakkan tangan beliau di mulutnya atau meletakkan bajunya sehingga tidak tersebar kemana-mana. Kemudian beliau melemahkan suara beliau tatkala bersin.

Oleh karena seseorang tatkala bersin jangan dia menggelegar dengan sekeras-kerasnya, kemudian lehernya atau kepalanya dipalingkan ke kanan dan ke kiri sehingga tersebarlah virus-virusnya, tidak.

Tapi dia berusaha mengecilkan suaranya dan berusaha menutup mulutnya. Ini adab dalam bersin sehingga dia tidak mengganggu orang lain. Karena ada orang yang tatkala bersin menggelegar, sengaja, ada orang yang tidak sengaja, tidak mampu menahan suaranya. Ini mendapat udzur. Tapi ada yang sengaja untuk melepaskan suaranya, ini tidak diperbolehkan.

Kemudian adab orang yang mendengar tatkala mendengar seorang bersin maka dia menjawab "Yarhamukallaah" (semoga Allah memberi rahmat kepada engkau). Engkau telah mendapatkan nikmat maka semoga Allah menambah rahmat kepada engkau.

Para ulama berbicara tentang bagaimana kalau ada orang yang tidak mengucapkan alhamdulillaah. Kita tidak mengucapkan yarhamukallaah kepada dia.

Dalam hadits disebutkan:

عَطَسَ رَجُلَانِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَشَمَّتَ أَحَدَهُمَا وَلَمْ يُشَمِّتْ الْآخَرَ ، فَقِيلَ لَهُ فَقَالَ :(هَذَا حَمِدَ الله ، وَهَذَا لَمْ يَحْمَدْ الله)

Ada 2 orang yang bersin disisi Nabi maka Nabi mengucapkan "Yarhamukallaah" kepada satunya dan satunya Nabi tidak mengucapkan yarhamukallaah. Maka orang yang tidak diucapkan yarhamukallaah protes, ya Rasulullah:

سَمَّتْ هَذَا ، وَلَمْ تُشَمِّتْنِي

Engkau mengucap yarhamukallaah kepada si fulan adapun kepada aku tidak, maka Nabi mengatakan:

إِنَّ هَذَا حَمِدَ اللَّهَ, وَ لَمْ تَحْمَدِ اللّهَ

Si fulan tadi tatkala bersin mengucapkan alhamdulillaah, adapun engkau tidak mengucapkan alhamdulillaah.

Oleh karenanya, orang yang bersin tidak mengucapkan alhamdulillaah, maka kita tidak menjawab yarhamukallaah.

✏ Diriwayatkan dari Ibnul Mubarok رحمه اللّه, tatkala ada seseorang bersin di hadapan Ibnul Mubarok dan dia tidak mengucapkan alhamdulillaah maka Ibnul Mubarok bertanya pada dia "Apa yang diucapkan oleh orang yang bersin? ". Orang ini pun mengatakan "Alhamdulillaah", maka Ibnu Mubarok kemudian mengucapkan "Yarhamukallaah". Seakan-akan mengingatkan kepada orang tersebut, terkadang seseorang lupa mengucapkan alhamdulillaah atau karena saking sibuknya lupa untuk mengucapkan alhamdulillaah maka boleh kita mengingatkan dia agar kita mengucapkan yarhamukallaah kepada dia.

Kemudian apa hukum mengucapkan yarhamukallaah?

Ada khilaf di antara para ulama.
  • Ada yang mengatakan fardhu 'ain (setiap orang yang mendengar harus mengucapkan yarhamukallaah)
  • Ada yang mengatakan fardhu kifayah (cukup sebagian orang yang mengucapkan yarhamukallaah)
  • Ada yang mengatakan sunnah secara mutlak.


Tapi kita berusaha menghidupkan sunnah ini, apa hukumnya sunnah, apakah fardhu kifayah atau fardhu 'ain, kita berusaha mengucapkan yarhamukallaah kepada saudara kita yang bersin.

Kemudian setelah kita mengucapkan "yarhamukallaah" maka orang yang bersin tadi mengucapkan "yahdikumullaah wa yushlihu baa lakum", balik mendo'akan orang yang telah mendo'akannya dengan berdo'a semoga Allah memberi hidayah kepadamu dan semoga Allah meluruskan urusanmu.

Sungguh indah adab yang diajarkan oleh Nabi صلّى اللّه عليه وسلّم, saling mendo'akan di antara sesama muslim, menghilangkan rasa hasad, menghilangkan rasa dengki.

Bayangkan jika seorang saling mendo'akan di antara mereka, dan ini mempererat tali ukhuwah di antara kaum muslimin. Sangat dituntut untuk mempererat tali ukhuwah (tali persaudaraan) di antara kaum muslimin. Dan sangat dituntut untuk menghilangkan segala sebab-sebab yang bisa menumbuhkan perpecahan, perselisihan, buruk sangka dan yang lain-lainnya.

Terakhir sebelum kita tutup majlis kita yaitu pembahasan tentang bagaimana orang yang sakit yang bersin berulang-ulang?

Maka yang wajib bagi kita adalah untuk mengucapkan yarhamukallaah sekali saja. Ada yang mengatakan sampai 3 kali disunnahkan, lebih dari itu tidak perlu.

Disebutkan dalam hadits Salamah ibnil Akwa رضي اللّه عنه, bahwasanya dia mendengar Nabi صلّى اللّه عليه وسلّم dan ada seorang yang bersin di sisi Nabi صلّى اللّه عليه وسلّم, maka Nabi mengatakan "Yarhamukallaah". ثُمَّ عَطَشَ أُخْرَ (kemudian orang ini bersin lagi), kemudian Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم mengatakan اَلرَّجُلُ مَزْكُوْمٌ si fulan ini sedang sakit flu.

Oleh karenanya ini isyarat dari Nabi صلّى اللّه عليه وسلّم kalau ternyata orang ini bersinnya tidak wajar. Namun karena sakit maka kita rubah do'a, do'anya bukan lagi "yarhamukallaah" tapi kita mendo'akan "syafakallaah" (semoga Allah menyembuhkanmu) atau do'a-do'a yang berkaitan dengan orang yang sakit.

Demikian, wabillaahittaufiq walhidayah.

والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Tim Transkrip Materi BiAS


Hadits ke-9 | Adab-Adab Memberi Salam

BimbinganIslam.com
Rabu, 16 Rabi'ul Awwal 1436 H / 7 Januari 2015 M
Ustadz Firanda Andirja, MA
Kitabul Jaami' | Bulughul Maaram
Hadits ke-9 | Adab-Adab Memberi Salam
---------------------------------------- 

السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Ikhwan dan akhawat sekalian yang dirahmati اللّه سبحانه وتعالى, kita masuk pada halaqoh yang ke-12, masih berkaitan dengan adab salam.
Dari 'Ali رضي اللّه عنه, beliau berkata:

قال رسول الله صلّى اللّه اللَّهُمَّ نَفِّعْنِي بِمَا عَلَّمْتَنِي، وَعَلِّمْنِي مَا يَنْفَعُنِي وسلّم "لَا تَبْدَؤُوا اَلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى بِالسَّلَامِ, وَإِذَا لَقَيْتُمُوهُمْ فِي طَرِيقٍ, فَاضْطَرُّوهُمْ إِلَى أَضْيَقِهِ"

Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم bersabda: Janganlah kalian mulai memberi salam kepada orang-orang Yahudi dan orang-orang Nashrani. Dan jika kalian bertemu dengan mereka dijalan maka buatlah mereka tergeser ke jalan yang sempit. (Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim).

Ikhwan dan akhwat yang dirahmati olehاللّه سبحانه وتعالى, hadits ini dipermasalahkan oleh sebagian orang yang menjelaskan Islam kok demikian, kok mengajarkan sikap keras kepada orang-orang kafir?

Sebenarnya hadits ini tidak menjadi masalah karena kita menempatkan dalil-dalil sesuai dengan kondisinya.

Ada dalil-dalil yang menunjukkan bagaimana rahmatnya Islam. Dan terlalu banyak dalil yang menunjukkan bagaimana sikap Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم terhadap orang-orang kafir dengan muamalah thayyibah, dengan sikap yang baik dalam rangka untuk mengambil hati mereka.

Bahkan terhadap orang yang sangat membenci Nabi صلّى اللّه عليه وسلّم, Abdullah bin 'Ubay bin Salul. Tatkala meninggal dia tidak punya kain kafan. Maka Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم memberikan baju yang beliau pakai untuk dijadikan kain kafan bagi Abdullah bin 'Ubay bin Salul. Padahal dia adalah gembongnya orang munafiq yang sering menyakiti Nabi صلّى اللّه عليه وسلّم dan juga keluarga Nabi صلّى اللّه عليه وسلم. Yang telah memimpin untuk menuduh 'Aisyah telah melakukan berzina. Akan tetapi Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم bermuamalah dengan baik dengan dia.

Demikian juga Nabi صلّى اللّه عليه وسلّم bermuamalah baik dengan orang kafir seperti orang Yahudi yang pernah menjadi pembantu Nabi صلّى اللّه عليه وسلّم, maka tatkala sakit, Nabi صلّى اللّه عليه وسلّم menjenguknya. Dan Nabi صلّى اللّه عليه وسلّم mendakwahinya dan terlalu banyak dalil bagaimana sikap lemah lembut dari kaum muslimin terhadap orang-orang kafir.

Ini bab tentang muamalah maka seseorang berusaha untuk berbuat baik kepada orang-orang kafir dalam rangka untuk mengambil hati mereka.

Tetapi dalam kondisi-kondisi lain, dimana tatkala kondisi menunjukkan Islam harus lebih tinggi, contohnya tatkala melewati suatu jalan maka seorang muslim ketika berjalan ditengah jalan, kemudian ada orang kafir lewat maka jangan kemudian dia minggir kemudian mempersilakan orang kafir, ini menunjukkan kehinaannya dia, tidak. Kita tetap berjalan karena dia berhak untuk jalan ditengah. Dia seorang muslim, maka dia jangan mengalah.

Ini cara seorang muslim memiliki 'izzah, memiliki kemuliaan, bukan malah lemah loyo dihadapan semua orang.

Dan ini kadang terjadi, misalnya dalam suatu perkumpulan orang muslim malu berbicara, orang kafir terus yang berbicara. Orang muslim tidak enak-tidak enak, orang kafir yang menguasai majlis. Ini tidak benar. Ini saatnya menunjukkan Islam harus memiliki 'izzah, memiliki kemuliaan dihadapan orang-orang kafir.

Oleh karenanya bab tentang muamalah hasanah bab tersendiri, adapun bab tatkala seseorang harus menunjukkan keutamaan Islam maka dia harus tunjukkan.

Ada beberapa point yang berkaitan dengan hadits ini.

Yang pertama, seorang muslim tidak boleh mendahulukan mengucapkan salam kepada Yahudi dan Nashrani. Kenapa? Karena salam itu menunjukkan kemuliaan dan ada do'a, dan yang penting ada do'a. Kalau kita mengucapkan Assalaamu'alaykum berarti kita mendoakan keselamatan bagi dia, dia tidak berhak untuk mendapatkan keselamatan. Dia kafir kepadaاللّه سبحانه وتعالى, dia kafir terhadap Nabi صلّى اللّه عليه وسلّم, dia berbuat kesyirikan, bagaimana kita mengatakan keselamatan bagi kalian. Maka tidak kita berhak, tidak boleh bahkan (bukan cuma tidak berhak), tidak boleh untuk mengucapkan salam dahulu kepada mereka.

Akan tetapi kalau mereka yang dahulu memberi salam, maka kita menjawab. Kalau mereka mengucapkan "Assalaamu'alaykum". Kita jawab "Wa'alaykum", demikian juga bagi kalian.

Namun para ulama menyebutkan, jika kondisinya ternyata sulit, masa kita bertemu dengan orang-orang kafir kita tidak memberi salam sama sekali. Nanti menunjukkan prasangka buruk kepada kaum muslimin.

Maka para ulama (banyak ulama yang membolehkan). Tatkala Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, seperti ulama sekarang Syaikh Albani رحمه اللّه. Jika kita bertemu dengan orang-orang kafir, misalnya mungkin bos kita, mungkin teman kerja kita, rekan kerja kita. Maka kita tidak mengucapkan. “Assalaamu'alaykum", kita menggunakan kata-kata salam yang lain, seperti kita mengatakan selamat pagi, bagaimana kondisimu?, good morning, seperti itu tidak jadi masalah, yang penting tidak ada do'a (Assalaamu'alaykum itu do'a) yang tidak pantas untuk diberikan kepada orang-orang yang musyrik dan kafir kepada اللّه juga kafir kepada Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم.

Demikian para ikhwan dan akhwat yang dirahmatiاللّه سبحانه وتعالى. Apa yang bisa kita sampaikan pada halaqoh ke-12, akan lanjutkan pada halaqoh berikutnya.

Wabillahit taufiq.

السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

✒ Tim Transkrip Materi BiAS

Hadits ke-8 | Adab-Adab Memberi Salam

Senin, 14 Rabi'ul Awwal 1436 H / 5 Januari 2015 M
Kitabul Jaami' | Bulughul Maaram
Adab-Adab Memberi Salam

َوَعَنْ عَلِيٍّ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم ( يُجْزِئُ عَنْ اَلْجَمَاعَةِ إِذَا مَرُّوا أَنْ يُسَلِّمَ أَحَدُهُمْ, وَيُجْزِئُ عَنْ اَلْجَمَاعَةِ أَنْ يَرُدَّ أَحَدُهُمْ ) رَوَاهُ أَحْمَدُ, وَالْبَيْهَقِيُّ

Dari 'Ali رضي اللّه عنه bahwa Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم bersabda: “Cukuplah bagi sekelompok orang berjalan untuk mengucapkan salam salah seorang di antara mereka dan cukuplah bagi sekelompok orang lainnya menjawab salam salah seorang di antara mereka.” Riwayat Ahmad dan Baihaqi.

------------------------

Alhamdulillaah washshalaatu wassalaamu 'alaa Rasuulillah.
Ikhwan dan akhwat, Assalaamu'alaykum warahmatullaahi wabarakaatuh.

Kita masuk pada halaqoh yang ke-11 dari Baabul Adab.

Hadits dari 'Ali bin Abi Thalib رضي اللّه عنه, beliau berkata:

ٍقال رسول الله صلّى اللّه عليه وسلّم : "يُجْزِئُ عَنْ اَلْجَمَاعَةِ إِذَا مَرُّوا أَنْ يُسَلِّمَ أَحَدُهُمْ, وَيُجْزِئُ عَنْ اَلْجَمَاعَةِ أَنْ يَرُدَّ أَحَدُهُمْ ".

"Cukuplah jika ada sekelompok orang atau sebuah jama'ah jika melewati jama'ah yang lain, maka cukup salah seorang dari jama'ah yang lewat tersebut satu orang memberi salam sudah cukup.
Dan sebaliknya, demikian juga jama'ah yang disalami maka cukup satu orang bagi mereka untuk membalas salam tersebut." (Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dan AlBaihaqi).

Para ikhwan dan akhwat yang dirahmati Allah سبحانه وتعالى, hadits ini sanadnya lemah karena dalam sanadnya ada seorang rawi yang bernama Sa'id bin Khalid Al-Khuza'i AlMadani. Dan dia adalah perawi yang dha'if.

Al-Imam AlBukhari menyatakan fiihi nazhar. Demikian juga Abu Hatim dan Abu Zur'ah mengatakan dha'iiful hadits (haditsnya lemah). Kemudian juga Daruquthni mengatakan laysa bilqowiy (orangnya tidaklah kuat).
Oleh karenanya, secara sanadnya hadits ini adalah lemah. Akan tetapi Syaikh Albani رحمه اللّه menyebutkan syawahid yang menguatkan hadits ini (yang dimaksud dengan syawahid adalah hadits-hadits yang maknanya sama tetapi diriwayatkan dari shahabat-shahabat yang lain). Dan syawahid tersebut seluruhnya sanadnya juga lemah.

Oleh karenanya Syaikh Albani mengatakan:

لعل الحديث بهذه الطروق يتوقف فيسير حسنا

Kata beliau: Mungkin dengan banyaknya jalan-jalan yang lain daripada hadits ini maka hadits ini naik derajatnya menjadi hadits yang hasan.

Oleh karenanya hadits ini juga dihasankan oleh Syaikh Albassam dalam kitabnya Tauhidul Ahkam.

Intinya, hadits ini wallaahu a'lam, ada yang mendha'ifkan, ada yang menghasankan.

Hadits ini menjelaskan bahwasanya diantara adab yang berkaitan dengan memberi salam, jika ada sekelompok jama'ah yang melewati jama'ah yang lain maka cukup yang memberi salam satu karena hukumnya adalah fardhu kifayah.

اذا قام به البعض سقط عن الباقين

Kalau seorang sudah melakukannya, maka yang lain tidak perlu lagi wajib untuk mengucapkan salam.

Demikian juga dalam hal menjawab salam, jika ada seorang datang kemudian memberi salam kepada jama'ah: "Assalaamu'alaykum!". Maka jama'ah tersebut tidak wajib seluruhnya untuk menjawab, tetapi satupun sudah cukup.

Akan tetapi kata para ulama mengatakan seandainya mereka menjawab seluruhnya maka ini lebih baik, lebih afdhal.

Demikian juga seandainya mereka jama'ah ini seluruhnya memberi salam dengan suara ramai-ramai "Assalaamu'alaykum!". Maka ini juga lebih afdhal. Karena hadits أَفْشُوا السَّلامَ, Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم mengatakan: Tebarkanlah salam.

Hadits ini umum, yang oleh karenanya siapa saja berhak untuk memberikan salam. Oleh karena nya jika jama'ah ramai-ramai memberi salam atau jama'ah ramai-ramai menjawab salam maka ini lebih afdhal, akan tetapi tidak wajib. Yang wajib cukup 1 yang memberi salam dan wajib 1 menjawab.

Ini diantara adab salam yang diajarkan oleh Nabi صلّى اللّه عليه وسلّم dalam hadits ini.

Kemudian ada adab yang lain yang mungkin kita perlu sampaikan juga.

Dalam Alqur'an Allah سبحانه وتعالى berfirman:

وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا

Jika kalian diberi salam dengan suatu salam maka jawablah dengan salam yang lebih baik atau yang semisalnya (AnNisaa 86)

Ini penting ya ikhwan dan akhawat, kalau kita bertemu dengan seorang saudara kita kemudian dia memberi salam: "Assalaamu'alaykum warahmatullaah wabarakaatuh ", maka hendaknya kita menjawab dengan jawaban yang sempurna, kita mengatakan "Wa'alaykumussalam warahmatullaahi wabarakaatuh".

Kalau dia mengatakan "Assalaamu'alaykum " kita bisa jawab "Assalaamu'alaykum" atau minimal kita tambah kita mengatakan "Assalaamu'alaykum warahmatullah".

Jadi kita berusaha menjawab salam sebagaimana yang dia sampaikan atau lebih baik daripada apa yang dia sampaikan.

Demikian juga dalam secara lafal, demikian juga dalam hal misalnya saudara kita datang memberi salam kepada kita dengan wajah tersenyum, dengan memandang kita maka kita berusaha memandangnya dan kita juga berusaha senyum dengan dia karena sebagian orang mungkin karena ada keangkuhan dalam dirinya jika ada yang memberi salam kepada dia maka dia jawab dengan tanpa senyum. Atau dia menjawab tanpa melihat orang yang memberi salam kepada dia. Ini adalah keangkuhan, yaa ikhwan.

Allah mengatakan:

فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا

Jawablah dengan lebih baik atau yang sama.

Kalau dia senyum, kita senyum. Kalau dia senyumnya berseri, kita berseri-seri. Harusnya demikian, ini adab yang diajarkan oleh Islam.

Oleh karenanya, seorang berusaha menebarkan salam, menjalankan sunnah Nabi صلّى اللّه عليه وسلّم.

Dalam hadits Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم menyatakan:

لا تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا، وَلا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا، أَوَلا أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ؟ أَفْشُوا السَّلامَ بَيْنَكُمْ

Kalian tidak akan masuk surga sampai beriman, dan kalian tidak akan beriman kecuali sampai kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan kepada kalian tentang suatu amalan yang jika kalian lakukan maka kalian akan saling mencintai? Maka tebarkanlah salam diantara kalian.

Maka jangan malas kita untuk memberi salam. Ketemu saudara kita, kita beri salam, kita kirim salam kepada saudara kita. Betapa keindahan yang masuk ke dalam hati seseorang tatkala dikatakan si fulan memberikan salam kepada engkau, kemudian kita mengatakan kirim salam balik kepada dia.

Ini semua dalam meningkatkan ukhuwah, maka jangan angkuh untuk memberi salam dan jangan angkuh juga untuk menjawab salam.

Wabillaahit taufiq, assalaamu'alaykum warahmatullaah wabarakaatuh.
__________
✏ Tim Materi Bimbingan Islam

Hadits ke-7 | Adab-Adab Memberi Salam

BimbinganIslam.com
Rabu, 1 Rabi'ul Awwal 1436 / 24 Desember 2014
Ustadz Firanda Andirja, MA
Kitabul Jaami' | Bulughul Maaram
Hadits ke-7 | Adab-Adab Memberi Salam

 - وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رضي الله عنه - قَالَ: [قَالَ] رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم: «لِيُسَلِّمِ الصَّغِيرُ عَلَى الْكَبِيرِ, وَالْمَارُّ عَلَى الْقَاعِدِ, وَالْقَلِيلُ عَلَى الْكَثِيرِ». مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ. (١)
وَفِي رِوَايَةٍ لِمُسْلِمٍ: «وَالرَّاكِبُ عَلَى الْمَاشِي». (٢)

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Hendaklah salam itu diucapkan yang muda kepada yang tua, yang berjalan kepada yang duduk, dan yang sedikit kepada yang banyak." [Muttafaqun Alaihi]. Menurut riwayat Muslim: "Dan yang menaiki kendaraan kepada yang berjalan."
--------------------

Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Assalaamu'alaykum warahmatullaah wabarakaatuh.

Kita masuk pada halaqoh yang ke-10 dari Baabul Adab dari Kitaabul Jaami' dalam Kitab Bulughul Maraam.

AlHafizh Ibnu Hajar membawakan hadits dari Abu Hurairah رضي اللّه عنه dimana Abu Hurairah berkata Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم bersabda ِ:

لِيُسَلِّمِ الصَّغِيرُ عَلَى الْكَبِيرِ, وَالْمَارُّ عَلَى الْقَاعِدِ, وَالْقَلِيلُ عَلَى الْكَثِيرِ

Hendaknya yang muda memberi salam kepada yang lebih tua, yang berjalan hendaknya memberi salam kepada yang duduk dan yang sedikit memberi salam kepada yang banyak.

Muttafaqun 'alaih, diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. وَفِي رِوَايَةٍ لِمُسْلِم kata AlHafizh Ibnu Hajar dan dalam riwayat lain dalam Shahih Muslim, kata Nabi صلّى اللّه عليه وسلّم, adalah وَالرَّاكِبُ عَلَى الْمَاشِي yaitu yang berkendaraan hendaknya memberi salam kepada yang berjalan.

Hadits ini memberikan penjelasan tentang perkara yang sunnah, tatkala bertemu 2 orang muslim atau sekelompok muslim dengan sekelompok yang lainnya.

Tentu indah Islam, mengajarkan yang satu memberi salam kepada yang lainnya karena diantara sunnah adalah أَفْشُوْا السَّلاَم (menebarkan salam). Karena menebarkan salam akan menumbuhkan kedekatan ukhuwah islamiyyah dan menambahkan keimanan diantara kaum muslimin.

Diantara adab-adab dalam memberi salam, Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم mengajarkan 4 adab:

1. Yang pertama, kalau bertemu antara yang muda dengan yang tua maka yang muda hendaknya yang dahulu memberi salam.

Dan ini menunjukkan akan penghormatan kepada yang tua, yang muda hendaknya menghormati yang tua. Dan yang tua tentunya harus sayang kepada yang muda.

2. Yang kedua, وَالْمَارُّ عَلَى الْقَاعِد orang yang berjalan (yang sedang lewat)  hendaknya dia beri salam kepada yang duduk.

Ini mengajarkan kesopanan, yang lewat memberi salam kepada yang duduk.

3. Kemudian yang ketiga وَالْقَلِيلُ عَلَى الْكَثِيرِ, yang jumlahnya sedikit tatkala bertemu dengan jumlahnya yang banyak.

Maka yang jumlahnya sedikit menghormati yang jumlahnya banyak dengan mendahului memberi salam kepada mereka.

4. Kemudian yang keempat وَالرَّاكِبُ عَلَى الْمَاشِي, yang naik kendaraan hendaknya memberi salam kepada yang sedang berjalan.

Sebagian ulama mengatakan kenapa demikian?

Karena orang yang naik kendaraan maka seakan-akan ada sesuatu rasa yang tinggi dalam hatinya entah karena kendaraan yang mewah, bisa jadi, sementara yang berjalan kaki tidak diberi nikmat oleh Allah, memiliki kendaraan.

Maka kata para ulama, diantara bentuk syukur dia kepada Allah سبحانه وتعالى, telah diberikan kemudahan dengan diberi tunggangan/kendaraan maka hendaknya dia tawadhu' kemudian dia memberi salam kepada orang yang tidak diberi nikmat oleh Allah berupa kendaraan.

Ikhwan dan akhwat yang dirahmati oleh Allah سبحانه وتعالى, ini semua dijelaskan oleh para ulama hukumnya sunnah, artinya boleh, yang besar dahulu memberi salam kepada yang kecil, boleh yang sedang duduk memberi salam kepada yang berjalan, boleh yang jumlahnya lebih banyak memberi salam kepada yang jumlahnya lebih sedikit, boleh yang sedang berjalan memberi salam kepada yang naik kendaraan.

Namun sunnahnya adalah sebaliknya. Jadi ini adalah hukumnya sunnah dan tidak wajib.

Terkadang yang lebih tua memberi salam kepada yang kecil dalam rangka agar membuat dirinya tawadhu' dan dalam rangka agar mengajarkan anak-anak kecil menghidupkan sunnah memberi salam.

Sebagaimana telah dilakukan oleh Nabi صلّى اللّه عليه وسلّم, merupakan sunnah kita mulai memberi salam kepada anak-anak kecil.

Dalam Hadits Anas رضي اللّه عنه, beliau berkata:

أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلّى اللّه عليه وسلّم مَرَّ عَلَى غِلْمَانٍ فَسَلَّمَ عَلَيْهِمْ

Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم melewati anak-anak, dan Rasulullah memberi salam kepada mereka.

Ini mengajarkan anak-anak menjawab salam, agar sunnah memberi salam hidup. Dan ini untuk mengajarkan tawadhu' kepada kita. Kita yang dahulu, meskipun masih kecil, meskipun lebih muda, kita menunjukkan rasa sayang kita kepada, maka kita yang dahulu memberikan salam sehingga menunjukkan tawadhu' yang ada pada diri kita.

Demikianlah ikhwan dan akhwat yang dirahmati oleh Allah سبحانه وتعالى, sebagian dari adab salam, إن شآء اللّه kita akan lanjutkan pada kajian selanjutnya.

Assalaamu'alaykum warahmatullaahi wabarakaatuh.

Hadits ke-6 | Anjuran Menjilat Jari Sesudah Makan

BimbinganIslam.com
Senin, 29 Shafar 1436 / 22 Desember 2014
Ustadz Firanda Andirja, MA
Kitabul Jaami' | Bulughul Maaram
Hadits ke-6 | Anjuran Menjilat Jari Sesudah Makan
--------------------

Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Assalaamu'alaykum warahmatullaah wabarakaatuh.

Alhamdulillaah washshalaatu was salaamu 'alaa Rasuulillaah.

Ikhwan dan akhwat, kita masih bersama Kitaabul Aadab dari Kitaabul Jaami' yang terdapat di akhir dari Bulughul Maraam karangan Ibnul Hajar AsySyaafi'I رحمه اللّه تعالى.

Kita sekarang masuk pada halaqoh yang ke-8,

وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا- قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم: «إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ طَعَامًا, فَلَا يَمْسَحْ يَدَهُ, حَتَّى يَلْعَقَهَا, أَوْ يُلْعِقَهَا». مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ. (١)

Hadits dari Ibnu 'Abbas رضي اللّه عنه beliau berkata: Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم bersabda: Jika salah seorang dari kalian makan makanan jangan dia usap tangannya sampai dia menjilat tangannya tersebut. Atau dia menjilatkan tangannya tersebut.

Kata Ibnu Hajar diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.

Ikhwan dan akhwat, hadits ini menjelaskan tentang salah satu adab daripada adab dalam memakan.

Seorang yang makan hendaknya dia membersihkan makanan. Dan inilah adab Islam yang sangat indah agar kita dijauhkan dari sikap tabdzir, dijauhkan dari sikap kufur kepada nikmat.

Bayangkan kalau makanan yang lezat belum habis kemudian kita cuci piringnya tersebut atau kita cuci tangan kita sehingga mengalirlah makanan tersebut bersama kotoran-kotoran, ini merupakan bentuk dari tidak bersyukur kepada Allah سبحانه وتعالى.

Oleh karenanya, Islam mengajarkan kita untuk bersyukur atas segala nikmat yang Allah berikan kepada kita.

Dalam hal makanan, kita berusaha menghabiskan makanan tersebut. Seorang makan sesuai dengan keperluannya. Dan tatkala dia ambil makanan tersebut, maka dihabiskan, jangan sampai ada yang dibuang sehingga dia menjilat sisa-sisa makanan yang ada. Baik yang ada di tangannya ataupun yang ada di piringnya.

Maksud Nabi disini bukanlah tatkala sedang makan dijilat-jilat tangannya kemudian dia makan lagi apalagi tatkala sedang makan berjama'ah, tidak. Maksudnya di akhir tatkala selesai makan, selesai makan dibersihkan.

Karena dalam hadits Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم mengatakan:

إِنَّكُمْ لاَ تَدْرُونَ فِى أَيِّهِ الْبَرَكَةُ

Kalian tidak tahu dibagian mana makanan tersebut yang ada keberkahannya.

Tatkala makanan banyak dihadapan kita, Allah meletakkan barakah di sebagian makanan tersebut, kita tidak tahu dimana barakah tersebut, apakah di awal makanan kita, apakah ditengah makanan kita atau di akhir makanan kita.

Dan kalau pas kita mendapati keberkahan makanan tersebut maka ini akan berpengaruh dengan ibadah kita, keberkahan buat kita, sehat, diberkahi oleh Allah makanan tersebut sehingga, buat kita sehat, buat kita semangat untuk beribadah. Ini Allah berikan keberkahan kepada makanan tersebut.

Maka seseorang berusaha untuk menghabiskan makanannya sehingga dia bisa pasti mendapat keberkahan makanan tersebut.

Karena diajarkan bagi kita untuk menjilat-jilat tangan kita yang masih bersisa-sisa makanan.

Demikian juga kata Nabi صلّى اللّه عليه وسلّم: Atau dia jilatkan kepada oranglain (أَوْ يُلْعِقَهَا), maksudnya yaitu seperti antara suami dan istri, diantara bentuk rasa cinta suami dan istri, istri terkadang menjilat tangan suaminya atau suami menjilat tangan istrinya.

Dan ini diantara perkara yang disunnahkan, tidak jadi masalah kalau mereka sedang makan, mereka saling suap menyuapi diantara mereka, atau saling jilat jari jemari mereka atau antara ayah dengan anak, ini tidak mengapa dan diajarkan dalam Islam.

Oleh karenanya, jangan dengarkan perkataan sebagian orang yang merendahkan adab Nabi صلّى اللّه عليه وسلّم dalam masalah ini. Mereka mengatakan "Apa itu Islam, kok adabnya buruk? Sampai menjilat-jilat jari. Ini adalah perkara yang menjijikkan. Ini tidak benar.

Maksud Nabi bukan kita menjilat-jilat jari kita tatkala sedang makan bersama tengah makan.

Maka maksudnya adalah setelah di akhir makan, untuk menunjukkan rasa syukur kita kepada Allah سبحانه وتعالى. Tidak ada sedikit makananpun yang kita buang, tapi semuanya kita makan.

Dan kita ingat, masih banyak orang-orang miskin yang kesulitan mendapatkan makan. Masih banyak orang miskin yang kelaparan.

Apakah kita kemudian makan kemudian ada sisanya lalu kita buang? Seandainya sisa-sisa tersebut kita habiskan menunjukkan rasa syukur kita kepada Allah سبحانه وتعالى.

Demikianlah apa yang bisa kita sampaikan pada kesempatan kali ini.

Wabillaahit taufiq wal hidaayah.

Assalaamu'alaykum warahmatullaah wabarakaatuh.


Hadits ke-5 | Adab-Adab Bermajlis

BimbinganIslam.com
Rabu, 24 Shafar 1436 / 17 Desember 2014
Ustadz Firanda Andirja, MA
Kitabul Jaami' | Bulughul Maaram
Hadits ke-5 | Adab-Adab Bermajlis
--------------------

Assalaamu'alaykum warahmatullaah wabarakaatuh.

Innalhamdalillaah wash shalaatu was salaamu 'alaa Rasulillaah.

Kita masuk pada halaqoh yang ke-7 tentang Baabul Adab.

لَا يُقِيمُ الرَّجُلُ الرَّجُلَ مِنْ مَجْلِسِهِ ثُمَّ يَجْلِسُ فِيهِ وَلَكِنْ تَفَسَّحُوا وَتَوَسَّعُوا

Hadits dari Ibnu 'Umar رضي اللّه عنهما beliau berkata: Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم bersabda: Janganlah seseorang membedirikan saudaranya dari tempat duduknya kemudian dia gantikan posisi tempat duduk saudaranya tersebut, akan tetapi hendaknya mereka melapangkan dan merenggangkan. (Muttafaqun 'alaih), kata AlHafizh Ibnu Hajar hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.

Para ikhwan dan akhwat yang dirahmati oleh Allah سبحانه وتعالى, hadits ini kembali menjelaskan kepada kita tentang agungnya Islam. Bahwasanya Islam mengajarkan berbagai macam adab, diantaranya adab terhadap perkara-perkara yang dianggap sepele, seperti adab bermajlis, diatur dalam Islam.

Dalam hadits ini diajarkan 2 adab kepada kita,

Adab yang pertama, adab yang berkaitan dengan orang yang datang terlambat di majlis.

Orang tersebut jika datang terlambat di majlis maka hendaknya dia duduk dimana tempat dia berada, tempat dia dapat, ada tempat yang lapang yang kosong maka dia duduk disitu.

Jangan sampai dia kemudian masuk ke tengah-tengah majlis melewati pundak-pundak orang atau membedirikan seorang disuruh pergi kemudian dia menggantikan tempat duduk tersebut. Ini tidak diperbolehkan. Siapapun orangnya, karena hal ini menunjukkan adanya keangkuhan dan Islam tidak menginginkan hal ini.

Islam mengajarkan tawadhu', kalau ada saudara kita yang sudah lebih dulu duduk ditempat tersebut maka bukan hak kita untuk membuat dia berdiri kemudian kita menggantikan posisinya duduk ditempat tersebut.

Jadi yang pertama berkaitan dengan adab yang datang orang yang terlambat datang dalam majlis.

Adab yang kedua berkaitan dengan orang-orang yang sudah terlanjur lebih dahulu duduk.

Maka yang dianjurkan kepada mereka untuk melapangkan majlis.

Bahkan Allah menyebutkan hal ini dalam AlQur'an, kata Allah سبحانه وتعالى:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ

Wahai orang-orang yang beriman, jika dikatakan kepada kalian lapangkanlah majlis kalian, renggangkanlah majlis kalian maka renggangkanlah/lapangkanlah, niscaya Allah akan beri kelapangan pada kalian. (AlMujadilah 11)

Artinya kalau kita lihat saudara kita yang datang terlambat ingin masuk di majlis maka segera kita lapangkan dan berikan dia tempat agar dia bisa duduk menghadiri majlis kita bersama-sama.

Dan ini merupakan adab yang berkaitan dengan orang-orang yang sudah datang terlebih dahulu.

Demikian juga jika ternyata orang yang terlambat datang tadi mengatakan: Yaa ikhwan tafassahu, tolong berikan saya tempat, tolong berikan saya tempat, maka kita dengarkan ucapannya sebagaimana perintah Allah tadi idza qiila lakum, dikatakan kepada kalian lapangkanlah dan renggangkanlah maka lakukanlah, lapangkanlah maka niscaya Allah akan berikan kelapangan pada kalian.

Sungguh indah adab-adab Islam, mengajarkan bagaimana adab dalam bermajlis.

Para ulama juga menyebutkan majlis yang dimaksud dalam hadits ini adalah majlis umum yang berkaitan dengan kebaikan, oleh karenanya termasuk ke dalamnya adalah majlis dzikir misalnya, atau misalnya majlis ilmu, majlis pengajian misalnya atau misalnya majlis shalat Jum'at, orang-orang menunggu shalat Jum'at sementara majlis sudah full maka kalau masih ada tempat yang renggang maka hendaknya dia memberikan tempat pada saudaranya.

Ini menunjukkan saling cinta kasih diantara saudaranya, jadi ingin saudaranya juga menghadiri majlis kebaikan, dia tidak ingin menyakiti saudaranya, dia berikan waktu kesempatan kepada saudaranya untuk ikut dalam majlis tersebut, ini menunjukkan semuanya akan keindahan Islam.

Yang jadi pertanyaan misalnya, ada seseorang ustadz misalnya datang/hadir dalam majlis kemudian ada muridnya yang tidak enak sama ustadz tersebut kemudian berdiri mengatakan mempersilakan ustadz tadi untuk duduk. Maka apa yang dilakukan ustadz ini? Apakah dia duduk menggantikan tempat muridnya tersebut?

Min baabil wara', kalau kita wara', maka hendaknya kita tidak mengambil posisi murid kita tersebut meskipun dia dalam rangka untuk menghormati kita.

Sebagaimana yang pernah dilakukan oleh sahabat Ibnu 'Umar رضي اللّه عنه. Ibnu 'Umar رضي اللّه عنه kalau dia datang di majlis langsung karena sebagian orang menghormati maka diapun orang tersebut mempersilakan Ibnu 'Umar untuk menggantikan posisinya, namun Ibnu 'Umar pun tidak mau. Dia tidak mau, dia tawarru', dia tidak ingin mengambil hak oranglain padahal mereka karena menghormati Ibnu 'Umar.

Para ulama mengatakan demikianlah adab yang seharusnya kalau kita datang kemudian ada orang yang berdiri mempersilakan untuk mengambil posisinya maka kita tolak.

Kecuali khawatir kalau orang tersebut akan tersinggung misalnya atau karena orang tersebut sangat cinta kepada kita maka ini masalahnya lain, kit ingin memasukkan rasa senang pada dirinya maka tidak mengapa kita duduk kalau memang halnya sudah demikian. Akan tetapi kalau sekedar dia malu maka tidak boleh kita mengambil hak orang lain.

Demikianlah para ikhwan dan akhwat, semoga Allah سبحانه وتعالى mudahkan kita untuk bisa menjalankan adab-adab Islami, adab-adab Nabi صلّى اللّه عليه وسلّم dan tentunya kita bisa bertemu dengan Nabi صلّى اللّه عليه وسلّم di surga kelak.

Aamiin Yaa Rabbal 'aalamiin.

Assalaamu'alaykum warahmatullaah wabarakaatuh.

Hadits ke-4 | Larangan Berbisik Antara Dua Orang Ketika Sedang Bertiga

BimbinganIslam.com
Senin, 22 Shafar 1436 / 15 Desember 2014
Ustadz Firanda Andirja, MA
Kitabul Jaami' | Bulughul Maaram
Hadits ke-4 | Larangan Berbisik Antara Dua Orang Ketika Sedang Bertiga
--------------------

Assalaamu'alaykum warahmatullahi wabaraatuh.

Alhamdulillah washshalaatu wassalaamu 'ala Rasululillaah.
Ikhwan dan akhwat sekalian, kita lanjutkan pada halaqoh yang ke-6 dari Kitaabul Jaami' yaitu bab tentang adab.

وَعَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ - رضي الله عنه - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم: «إِذَا كُنْتُمْ ثَلَاثَةً, فَلَا يَتَنَاجَى اثْنَانِ دُونَ الْآخَرِ, حَتَّى تَخْتَلِطُوا بِالنَّاسِ; مِنْ أَجْلِ أَنَّ ذَلِكَ يُحْزِنُه, ُ». مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ. (١)

(١) - صحيح. رواه البخاري (٦٢٩٠)، ومسلم (٢١٨٤)، وليس عند مسلم لفظ «ذلك».

Hadits dari Ibnu Mas'ud رضي الله عنه beliau berkata: Rasulullah صلّى الله عليه و سلّم bersabda: Jika kalian bertiga maka janganlah 2 orang berbicara/berbisik bisik berduaan sementara yang ketiga tidak diajak sampai kalian bercampur dengan manusia. Karena hal ini bisa membuat orang yang ketiga tadi bersedih.

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dan lafalnya adalah terdapat dalam Shahih Muslim.

Ikhwan dan akhwat yang dirahmati oleh Allah سبحانه وتعالى, hadits ini menunjukkan tentang agungnya Islam. Bahwa Islam adalah agama yang sempurna mengangungkan segala hal sampai pada perkara perkara yang mungkin dianggap sepele, seperti adab makan, adab minum, adab yang lain-lain termasuk diantaranya adab bergaul.

Disini lihat bagaimana Islam mengatur tatkala seorang sedang bertiga jangan sampai cuma 2 orang berkumpul kemudian berbicara berbisik bisik sementara yang ketiga ditinggalkan.

Apa sebabnya? Kata Nabi صلّى الله عليه و سلّم :

مِنْ أَجْلِ أَنَّ ذَلِكَ يُحْزِنُه

Karena perbuatan ini bisa menjadikan orang yang ke-3 bersedih, timbul kesedihan dalam dirinya, kenapa dia tidak diajak ngobrol. Dan Islam memperhatikan hal ini, Islam tidak ingin seorang menyedihkan saudaranya.

Juga bisa timbul dalam dirinya suuzhan, persangkaan-persangkaan yang buruk, mungkin mereka ber-2 sedang ghibahi saya, sedang ngerumpiin saya atau sedang menjelek-jelekkan saya. Timbul persangkaan-persangkaan yang syaithan terkadang mendiktekan kepada orang yang ke-3 tersebut.

Oleh karenanya, Allah sebutkan dalam AlQur'an masalah ini. Kata Allah سبحانه وتعالى dalam surat AlMujaadalah ayat yang ke-10:

إِنَّمَا النَّجْوٰى مِنَ الشَّيْطَانِ لِيَحْزُنَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا ...

Sesungguhnya najwa (bisik-bisik) dari syaithan untuk menjadikan orang-orang yang beriman bersedih.

Hal ini menyebabkan orang yang ke-3 bersedih. Oleh karenanya bagaimana solusinya?

Kata Nabi صلّى اللّه عليه وسلّم:

ِ حَتَّى تَخْتَلِطُوا بِالنَّاسِ

Sampai kalian bercampur dengan (berbaur dengan) manusia. Kalau sudah bercampur dengan manusia, berkumpul dengan banyak orang maka tidak menimbulkan kesedihan bagi orang ke-3, 2 orang ini ngobrol, orang yang ke-3 juga bisa mencari teman ngobrol yang lain maka tidak jadi masalah.

Yang jadi masalah jika ada sekumpulan orang kemudian semuanya ngobrol bareng-bareng yang satu 1 tidak diajak.

Oleh karenanya meskipun lafalnya alhadits disebutkan "Jika kalian ber-3 kemudian 2 orang ngobrol dan 1 nya tidak diajak", maka ini mencakup jumlah yang lebih, kata para ulama.

Contohnya seperti ada 4 orang kemudian 3 orang ngobrol sendiri, kemudian yang 1 tidak diajak maka juga termasuk dalam hadits ini, ini dilarang karena bisa menimbulkan kesedihan bagi orang yang ke-4. Demikian juga kalau ada 5 orang, kemudian 4 orang ngobrol sendiri, yang ke-5 tidak diajak maka ini juga dilarang karena menyedihkan orang yang ke-5 dan seterusnya, yang ke-6, ke-7 dan selanjutnya. Karena 'illah (larangan), sebab larangan dari hadits ini adalah jangan sampai membuat sedih orang yang tidak diajak ngobrol tersebut. Jangan sampai timbul persangkaan-persangkaan yang buruk dalam diri orang tersebut.

Oleh karenanya para ulama menyebutkan, diantara bentuk najwa yang terlarang adalah jika ada 3 orang kemudian 2 orang ini ngobrol dengan bahasa yang tidak dipahami oleh orang ke-3, inipun dilarang. Mereka ber-2 ngobrol dengan bahasa, meskipun mereka ber-3 dalam kondisi tubuh bersamaan tetapi, artinya 2 orang tidak menepi, tidak, tetapi bareng-bareng ber-3, akan tetapi 2 orang ngobrol dengan bahasa yang tidak difahami orang ke-3, ini tidak diperbolehkan, kata para ulama, karena hukumnya sama, seakan-akan dia tidak diajak ngobrol. Kalau diajak ngobrol, kenapa dengan bahasa yang tidak dia fahami? Akan membuat dia sedih, merasa dia tidak pantas atau merasa ada suatu rahasia berkaitan dengan dirinya atau lainnya, akan datang syaithan mendiktekan hal-hal yang buruk dalam dirinya.

Oleh karenanya lihatlah indahnya Islam. Hadits ini sebenarnya hanyalah sekedar sampel, sekedar hanya sebagai contoh, maksudnya jangan sampai seseorang menyedihkan saudaranya, jangan sampai, seorang berusaha menjaga perasaan  saudaranya baik dia menyedihkan saudaranya dengan perkataannya tidak boleh. Apalagi dengan perbuatannya, apalagi dengan sikapnya juga tidak boleh. Mungkin tidak ada ucapan yang buruk dikeluarkan dari mulutnya tapi dengan sikapnya menjadikan saudaranya sedih, inipun tidak boleh, lihat najwa dalam hadits ini tidak berkait dengan ucapan yang keluar, tapi sikap, sikap 2 orang yang berbisik-bisik berdua-dua, ini menyedihkan orang yang ke-3. Ini dilarang, apalagi kalau kesedihan tersebut timbul dengan perkataan, apalagi dengan perbuatan.

Dan juga hadits ini menunjukkan seseorang dituntut jangan sampai menimbulkan persangkaan-persangkaan yang buruk dalam saudaranya dan sahabatnya.

Demikian, wa billaahit taufiq wal hidayah.

Assalaamu'alaykum warahmatullahi wabarakaatuh.



Hadits ke-3 | Hakekat Kebaikan dan Dosa Bag-2

BimbinganIslam.com
Rabu, 17 Shafar 1436 / 10 Desember 2014
Ustadz Firanda Andirja, MA
Kitabul Jaami' | Bulughul Maaram
Hadits ke-3 | Hakekat Kebaikan dan Dosa Bag-2
--------------------

Assalaamu 'alaykum warahmatullah wabarakaatuh.

Kita masuk pada halaqoh yang ke-5, masih bersama hadits Dari sahabat Nawaas bin Sam'an رضي اللّه عنه dia berkata : Aku bertanya kepada Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم tentang kebajikan dan tentang dosa. Kebajikan adalah akhlaq yang mulia. Dan dosa adalah apa yang membuat hatimu gelisah dan engkau tidak suka kalau orang-orang melihat apa yang engkau lakukan tersebut. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya.

وَ عَنِ النَّوَّاسِ ابْنِ سَمْعَانَ رضي اللّه عنه قَالَ سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللّهِ صلّى اللّه عليه وسلّم عَنِ الْبِرِّ وَ اْلأِثْمِ فَقَالَ اَلْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ وَ اْلأِثْمُ مَا حَاكَ فِى صَدْرِكَ وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ

Telah kita bahas pada pertemuan sebelumnya tentang makna albirru husnul khuluq (kebajikan adalah akhlaq yang mulia).

Dan pada kesempatan kali ini kita akan membahas potongan hadits yang ke-2 yaitu tentang dosa.

Dosa adalah apa yang menggelisahkan engkau dihatimu. Dan engkau tidak suka jika orang-orang melihat kau melakukannya.

Hadits ini menjelaskan tentang barometer untuk mengenal dosa. Tentunya dosa-dosa adalah melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah سبحانه وتعالى.

Untuk mengenal dosa, kita bisa melihat dengan mempelajari AlQuran dan sunnah-sunnah Nabi صلّى اللّه عليه وسلّم, apa yang dilarang oleh Allah dalam AlQur'an maka itu adalah dosa. Apa yang dilarang oleh Nabi صلّى اللّه عليه وسلّم
dalam hadits-haditsnya maka itu adalah dosa.

Namun terkadang ada perkara yang kita lakukan yang kita tidak sempat untuk melihat dalilnya, tidak sempat untuk mengecek dalilnya atau kita tidak tahu dalilnya. Tetapi tatkala kita hendak melakukannya muncul kegelisahan dalam dada kita, muncul tidak ketenangan dalam hati kita tatkala kita hendak melakukannya,  ingatlah ini merupakan ciri dosa.

Karena dalam hadits ini Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم telah menyebutkan barometer dan indikator untuk mengenal dosa, beliau menyebutkan 2 ciri, yaitu :
  1. Yaitu menjadikan dadamu gelisah.
  2. Engkau tidak suka untuk dilihat oleh oranglain.


Kalau anda melakukan suatu perkara kemudian anda merasa tenang, hati tidak merasa gelisah, kalau oranglain tahu pun tidak jadi mengapa maka ini bukan dosa.

Tapi tatkala anda melakukan sesuatu tetapi kemudian ternyata hati anda gelisah atau tidak tenang kemudian yang ke-2 tidak ingin oranglain tahu, tidak ingin tetangga tahu, tidak ingin sahabat tahu, tidak ingin istri tahu, tidak ingin ustadz kita tahu maka ini merupakan ciri dosa maka berhati-hatilah. Dan sebaiknya kita meninggalkan perkara yang menimbulkan ketidaktenangan tersebut.

Namun ingat kata para ulama, hadits ini (sabda Nabi صلّى اللّه عليه وسلّم ini) berkaitan dengan orang yang hatinya masih sesuai fitrah, bukan orang-orang yang melakukan kemaksiatan yang fitrahnya sudah rusak, yang membanggakan kemaksiatan-kemaksiatan yang mereka lakukan, tidak punya malu, ini tentu tidak berlaku bagi mereka, hadits ini.

Seperti orang-orang yang memamerkan aurat mereka, orang-orang yang minum khamr dihadapan banyak orang, orang-orang yang bangga dengan kejahatan-kejahatan yang mereka laukan, maksiat-maksiat yang mereka lakukan, orang-orang yang terkadang menshooting diri mereka tatkala mereka sedang bermaksiat, sedang berzina lalu mereka sebarkan di dunia-dunia maya. Ini semua tidak berlaku bagi mereka disini karena fitrah mereka telah rusak, adapun hadits ini berlaku untuk orang yang masih punya rasa malu, yang fitrahnya masih baik, maka untuk mengenal dosa atau tidak, maka dia memiliki 2 ciri, 2 indikator:
  1. Hatinya tidak tenang
  2. Dia tidak suka kalau ada orang yang melihatnya


Oleh karenanya ikhwan akhwat sekalian yang dirahmati Allah سبحانه وتعالى terkadang seorang ulama menjadikan hadits ini sebagai dalil bahwa dosa itu pasti mendatangkan kegelisahan.

Sebagaimana penjelasan Ibnul Qoyyim رحمه اللّه تعالى: Barangsiapa yang bermaksiat kepada Allah سبحانه وتعالى pasti dia gelisah, pasti dia tidak tenang. Sebagaimana orang yang mengingat Allah :

ِ ۗأَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

Ketahuilah dengan mengingat Allah maka hati menjadi tenang. (ArRa'du:28)

Maka kebalikannya, kalau lupa kepada Allah, maksiat kepada Allah maka pasti mendatangkan kegelisahan, pasti mendatangkan gundah gulana, hatinya tidak tenang, hatinya tidak tentram sampai dia bertaubat kepada Allah سبحانه وتعالى.

Semoga Allah سبحانه وتعالى menjauhkan kita dari segala dosa dan semoga Allah menjadikan kita hamba-hamba yang tawaabiin, yaitu jika kita berdosa segera kita bertaubat kepada Allah سبحانه وتعالى.

Demikianlah, wabillaahit taufiq wal hidayah

Sampai bertemu pada halaqoh berikutnya.

Assalaamu'alaykum 'alaykum warahmatullah wabarakaatuh.

Dari Firanda, rekamannya di Mekkah.

Hadits ke-3 | Hakekat Kebaikan dan Dosa Bag-1

BimbinganIslam.com
Senin, 15 Shafar 1436 / 8 Desember 2014
Ustadz Firanda Andirja, MA
Kitabul Jaami' | Bulughul Maaram
Hadits ke-3 | Hakekat Kebaikan dan Dosa Bag-1
--------------------

Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Alhamdulillaahirrabbil 'aalamiin washsholaatu wassalamu 'alaa Rasulillah.

Kita lanjutkan ke hadits berikutnya :

وَ عَنِ النَّوَّاسِ ابْنِ سَمْعَانَ رضي اللّه عنه قَالَ سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللّهِ صلّى اللّه عليه وسلّم عَنِ الْبِرِّ وَ اْلأِثْمِ فَقَالَ اَلْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ وَ اْلأِثْمُ مَا حَاكَ فِى صَدْرِكَ وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاس

Dari sahabat Nawwas bin Sam'an beliau berkata : Aku bertanya kepada Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم tentang makna AlBirr (yaitu kebajikan) dan itsm (yaitu dosa)-Apa itu kebajikan? Apa itu dosa?. Maka Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم berkata AlBirr (kebajikan) adalah akhlaq yang mulia. Adapun dosa yaitu apa yang engkau gelisahkan dihatimu dan engkau tidak suka kalau ada orang yang mengetahuinya.

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim.

Ikhwan dan akhwat sekalian yang dirahmati oleh Allah سبحانه وتعالى. Sahabat ini bertanya kepada Nabi صلّى اللّه عليه وسلّم tentunya agar dia bisa beramal dan demikianlah adab seorang yang hendak bertanya maka dia niatkan tatkala dia belajar adalah untuk diamalkan. Dan yang ditanya oleh sahabat ini adalah pertanyaan yang sangat indah, tentang apa sih hakikat kebajikan dan apa sih hakikat daripada dosa.

Adapun jawaban Nabi صلّى اللّه عليه وسلّم berkaitan dengan hak kebajikan, kata Nabi صلّى اللّه عليه وسلّم : husnul khuluq (akhlaq yang mulia).

Padahal kita tahu bahwasanya kebajikan itu mencakup banyak sekali perkara. Semua kebaikan adalah kebajikan. Tetapi kenapa Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم mengkhususkan penyebutan husnul khuluq (akhlaq yang mulia)? Ini menunjukkan akan keutamaan dan keistimewaan akhlaq yang mulia.

Karenanya sabda Nabi صلّى اللّه عليه وسلّم ini mirip seperti sabda Nabi صلّى اللّه عليه وسلّم:

الْحَجُّ عَرَفَةُ

Haji adalah arofah.

Artinya apa? Inti daripada ibadah haji adalah wukuf di padang arofah. Bukan berarti haji cuma wukuf di padang arofah saja, tidak. Ada namanya thowaf, ada namanya sa'i, ada namanya ihram, ada namanya ibadah-ibadah yang lain (lempar jamarat, mabit di Mina, mabit di Muzdalifah). Ini semua merupakan rangkaian ibadah haji.

Tetapi Nabi صلّى اللّه عليه وسلّم mengkhususkan penyebutan wukuf di padang arofah karena dia adalah inti dari ibadah haji.

Sama seperti albirru husnul khuluq (kebajikan adalah akhlaq yang mulia). Artinya apa? Akhlaq mulia memiliki kedudukan yang sangat tinggi dalam Islam. Oleh karenanya kalau kita ingin melihat dalil-dalil tentang akhlaq yang mulia sangat banyak.

Seperti sabda Nabi صلّى اللّه عليه وسلّم:

لَيْسَ شَيْءٌ أَثْقَالُ فِي الْمِيزَانِ مِنْ حُسْنِ الْخُلُقِ

Tidak ada suatu yang lebih berat dari pada akhlaq yang mulia dalam timbangan pada hari kiamat.

Ini menunjukkan kalau seseorang memiliki akhlaq yag mulia maka akan sangat memperberat timbangan kebajikannya.  Di hari yang sangat dia butuhkan kebaikan itu tatkala hari kiamat kelak.

Contohnya juga Nabi صلّى اللّه عليه وسلّم mengatakan dalam haditsnya :

إِنَّ رَجُلَ لاَ يُدْرِكُ بِحُسْنِ خُلُقِهِ دَرَجَاتِ صَائِمِ قَائِمِ

Sesungguhnya seorang dengan akhlaqnya yang mulia bisa meraih derajat orang yang senantiasa berpuasa sunnah dan senantiasa shalat malam. Orang ini mungkin dia jarang shalat malam, mungkin dia jarang puasa sunnah. Tetapi dia akhlaqnya mulia, orang senang dekat sama dia, orang bahagia duduk sama dia, orang senang mendengar wejangan-wejangannya. Orang senang mendapatkan bantuannya. Maka meskipun dia jarang shalat malam maskipun dia jarang berbuat sunnah namun dia mendapat pahala orang-orang seperti itu. Kenapa? Bihusni khuluqihi, dengan akhlaqnya yang mulia.

Dan lihatlah sabda Nabi صلّى اللّه عليه وسلّم :

َأَقْرَبِكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلَاقًا

Orang yang paling dekat kedudukannya denganku pada hari kiamat adalah yang paling baik akhlaqnya.

Jika anda ingin dekat dengan Nabi صلّى اللّه عليه وسلّم pada hari kiamat, perbaikilah akhlaq anda. Karena Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم mengatakan yang paling dekat dengan aku adalah yang paling baik akhlaqnya.

Ini menunjukkan keutamaan dan keistimewaan akhkaq yang mulia, ini adalah amalan yang spesial. Jangan kita sangka amalan itu hanyalah shalat, hanyalah puasa, hanyalah zakat. Akhlaq yang mulia adalah amalan yang sangat spesial yang sangat mulia disisi Nabi صلّى اللّه عليه وسلّم.

Apabila seseorang berusaha menghiasi dirinya dengan akhlaq yang mulia, jangan seorang mengatakan :

"Saya tidak bisa merubah akhlaq saya".
"Saya memang begini modelnya".
"Saya diciptakan seperti ini modelnya, saya memang seperti ini".

Kalau akhlaq tidak bisa dirubah, buat apa hadits-hadits yang begitu banyak tentang akhlaq yang mulia?. Buat apa ayat-ayat Allah turunkan untuk memotivasi orang-orang berakhlaq mulia?

Ini menunjukkan akhlaq bisa dirubah. Seorang yang pelit bisa jadi orang dermawan. Seorang yang pemarah bisa jadi seorang yang penyabar. Jangan sampai seorang mengatakan :

"Saya memang suka marah",
"Saya memang temperamental".

Jangan!

"Saya begini tipenya".

Seperti itu orang bisa merubah akhlaqnya.

Oleh karena dalam hadits Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم mengatakan:

أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِي أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ

Aku menjamin istana di bagian atas surga bagi orang yang terindah akhlaqnya.

Dalam riwayat lain :

لِمَنْ حَسُنَ خُلُقُهُ

Bagi orang yang memperindah akhlaqnya.

Berarti akhlaq itu bisa diperoleh, bisa diraih.

Dalam hadits kata Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم:

مَنْ يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ اللَّهُ

Barangsiapa yang berusaha bersabar maka Allah akan jadikan dia penyabar.

Orang yang pemarah bisa jadi penyabar.

Karenanya para hadirin yang dirahmati oleh Allah سبحانه وتعالى. Inilah keutamaan keistimewaan akhlaq mulia.

Para ulama menyebutkan diantara akhlaq mulia sebagaimana perkataan Ibnul Mubaarok : Akhlaq mulia terkumpul pada 3 perkara :

طَلاَقَةُ الوَجه ، وَبَذْلُ المَعروف ، وَكَفُّ الأذَى

Yaitu wajah yang sering berseri-seri, senyum. Kemudian mudah untuk berbuat baik kepada oranglain dan tidak mengganggu oranglain.

Ini 3 rukun akhlaq :
  1. Wajah berseri-seri, murah senyum kepada oranglain, artinya tidak merendahkan dan tidak menghinakan oranglain.
  2. Ringan tangan untuk membantu oranglain
  3. Tidak mengganggu orang lain


In syaa'  Allah kita akan lanjutkan lagi pada halaqoh berikutnya. Wabillaahit taufiq.

Assalaamu'alaykum warahmatullah wabarakaatuh.

Hadits ke-2 | Pandanglah Orang yang di Bawahmu dalam Masalah Dunia

BimbinganIslam.com
Rabu, 10 Shafar 1436 / 3 Desember 2014
Ustadz Firanda Andirja, MA Kitabul Jaami' | Bulughul Maaram Hadits ke-2 | Pandanglah Orang yang di Bawahmu dalam Masalah Dunia
-------------------- 

Bismillahirrahmanirrahim. Assalamu'alaykum warahmatullah wabarakaatuh. Para ikhwan dan akhwat yang dirahmati Allah سبحانه وتعالى, Kita lanjutkan hadits berikutnya,

HADITS 2

 عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رضي اللّه عنه قَالَ:قَالَ رَسُوْلُ اللّهِ صلّى اللّه عليه وسلّم أُنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلَا تَنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَهُوَ أَجْدَرُ  عَنْ لاَ تَزْدَرُوْا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ 

Dari Abu Hurairah رضي اللّه عنه ia berkata: Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم bersabda: “Lihatlah kepada yang dibawah kalian dan janganlah kalian melihat yang diatas kalian sesungguhnya hal ini akan menjadikan kalian tidak merendahkan nikmat Allah yang Allah berikan kepada kalian". 

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. 

Ikhwan dan akhwat sekalian yang dirahmati Allah سبحانه وتعالى, hadits ini mengajarkan kita dalam masalah dunia hendaknya kita melihat ke bawah, bagaimanapun kekurangan yang ada pada diri kita dalam masalah dunia,  pasti masih ada orang-orang yang lebih parah daripada kita. 

Lihatlah kita sekarang dalam keadaan sehat alhamdulillah. Kalau kita melihat ke bawah,  betapa banyak orang yang sakit, banyak orang yang terkapar di tempat tidur tidak bisa bergerak karena sakit. Kemudian betapa banyak juga orang yang cacat yang lebih parah dari kita dan lebih banyak. Dan seorangpun kalau diapun sakit masih ada yang lebih parah sakitnya. Senantiasa pasti ada yang lebih menderita daripada apa yang kita rasakan. 

Kalau kita selalu melihat ke bawah dalam masalah kesehatan saja, maka kita akan senantiasa bersyukur kepada Allah سبحانه وتعالى dan ini memang berat. Senantiasa bersyukur bukan perkara yang mudah.

Oleh karenanya Allah سبحانه وتعالى berfirman:

 وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ 

Hanya sedikit dari hamba-hambaKu yang bersyukur. (Saba':13) 

Kita berdo'a semoga Allah menjadikan kita termasuk dari hamba-hamba Allah yang sedikit tersebut. Dan diantara hal yang membuat kita senantiasa bersyukur, melihat ke bawah dalam masalah dunia. 

Demikian juga masalah harta,  misalnya, kita mungkin punya kendaraan yang mungkin kurang bagus, tetapi masih banyak orang dibawah kita yang kendaraannya lebih jelek daripada kendaraan milik kita. Dan bisa jadi masih banyak orang yang hanya memiliki motor atau memiliki sepeda bahkan. Masih banyak orang yang hanya bisa berjalan kaki,  tidak memiliki kendaraan sama sekali maka dalam hal dunia kita lihat ke bawah,  jangan kita lihat ke atas.  Karena dunia kalau lihat ke atas maka tidak akan ada habisnya. 

Maka Rasulullah melarang untuk melihat ke atas masalah dunia. Dunia tidak akan habisnya,  orang yang mencari dunia akan senantiasa haus akan dunia. Maka terkadang kita heran tatkala melihat seorang sudah tua, umur sudah 60 tahun atau 70 tahun atau bahkan 80 tahun, namun masih sibuk tenggelam dalam dunia, masih memikirkan ini memikirkan anu, kapan dia mau istirahat? 

Kapan dia mau menikmati dunianya sementara dia terus mencari dunia dan demikian terus kehidupannya. Mungkin kita heran, tapi dia sendiri tidak heran. Kenapa? 

Karena memang tidak ada rasa batas terakhir masalah kepuasan dunia. Seorang kapan mendapatkan sesuatu dia masih mencari yang lain lagi. 

Kata Nabi صلّى اللّه عليه وسلّم

 لَوْ كَانَ لاِبْنِ آدَمَ وَادِيَانِ مِنْ مَالٍ لاَبْتَغَى ثَالِثًا ، وَلاَ يَمْلأُ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلاَّ التُّرَابُ ، وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ 

Seandainya anak Adam memiliki 2 lembah emas maka dia akan mencari lembah yang ke-3 dan dia tidak akan berhenti kecuali kalau pasir sudah dimasukkan dalam mulutnya. Kalau sudah meninggal baru dia berhenti. 

Dunia itu ibarat air laut yang asin. Semakin ditelan maka akan semakin membuat haus seseorang. Makanya dalam masalah dunia kita lihat dibawah agar kita senantiasa bersyukur kepada Allah سبحانه وتعالى. 

Berbeda halnya dengan masalah akhirat, masalah akhirat kita lihat ke atas. Allah mengajarkan kita untuk semangat dalam masalah akhirat. 

Oleh tatkala kita sholat kita mengatakan :

 اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنعَمتَ عَلَيهِمْ غَيرِ المَغضُوبِ عَلَيهِمْ  

Ya Allah tunjukkanlah kepada kami jalan yang lurus yaitu jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat kepada mereka. 

Siapa? 

Mereka yaitu nabiyyiin wa shiddiqiin wasy syuhadaa wash shaalihin, jalan para Nabi, jalan para orang shidiq, para syuhada dan orang-orang shalih. 

Kita disuruh untuk melihat ke atas masalah akhirat senantiasa minta petunjuk mereka, petunjuk jalan yang pernah ditempuh oleh orang-orang yang hebat-hebat seperti para Nabi, para syuhada, para shalihin. 

Demikian juga Allah mengatakan:

  وَفِي ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ 

(Dan untuk yang demikian, maka hendaknya orang-orang yang berlomba, berlomba-lombalah...". Al Muthaffifin : 26) 

Dalam masalah surga maka berlomba-lombalah. 

Kata Allah :

 فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ 

 (AlBaqarah : 148)

 وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ 

Berlomba-lombalah untuk meraih ampunan Allah. Dan berlomba-lombalah untuk segera meraih surga yang luasnya seluas langit dan bumi. (Ali Imran: 133) 

Dalam masalah kebaikan, dalam masalah agama maka seorang melihat ke atas sehingga dia tidak merasa puas dengan agama yang dia miliki, dia tidak merasa ujub (merasa bangga). 

Bukan sebaliknya, sebaliknya orang masalah dunia lihat ke atas,masalah akhirat lihat ke atas. Masalah dunia tidak pernah puas, melihat ke atas terus, sudah punya mobil masih melihat tertarik kepada mobil yang mewah, melihat tetangganya, melihat temannya. Masalah agama malah justru lihat kebawah. 

Dia mengatakan "Ah, alhamdulillah saya sudah sholat, masih banyak orang yang tidak sholat". 

Ya benar memang masih banyak orang yang tidak sholat, bersyukur kepada Allah. Tapi lihat ke atas, dirimu penuh kekurangan, masih banyak orang-orang yang lebih hebat dari engkau sehingga engkau terpacu untuk mencari yang lebih dalam masalah agama. 

Karenanya Nabi صلّى اللّه عليه وسلّم mengatakan :

 فَإِذَا سَأَلْتُمُ اللَّهَ فَاسْأَلُوهُ الْفِرْدَوْسَ، فَإِنَّهُ أَوْسَطُ الْجَنَّةِ، وَأَعْلَى الْجَنَّةِ….. 

Jika engkau minta surga maka mintalah surga Firdaus,  surga yang paling tinggi. Karena itulah surga yang paling tinggi. 

Rasulullah mengajarkan kepada kita untuk memiliki himmah 'aaliyah (semangat yang tinggi) di dalam masalah agama tetapi tidak pernah puas dengan apa yang kita miliki sekarang. 

Semoga Allah سبحانه وتعالى menjadikan kita orang-orang yang memandang kebawah tatkala masalah dunia dan menjadikan kita orang-orang yang memandang ke atas tentang masalah agama. 

Wabillahit taufiq, wassalaamu 'alaykum warahmatullah.

Hak Sesama Muslim (Bagian 2)

Assalaamu'alaykum warahmatullah wabarakaatuh

Alhamdulillah wash sholaatu wassalaamu 'alaa Rasuulillah.

Para ikhwan dan akhwat, kita lanjutkan pelajaran kemarin. Sekarang kita sampai pada hak yang ke-2 dari 6 hak seorang muslim terhadap yang lainnya.

Kata Nabi صلّى اللّه عليه وسلّم :

وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ

Jika dia mengundangmu maka penuhilah undangannya.

Sebagian ulama berpendapat bahwasanya hadits ini umum mencakup segala undangan, apakah undangan makan, undangan ke rumahnya. Namun jumhur ulama (mayoritas ulama) menbatakan yang wajib dipenuhi hanyalah undangan walimah. Karena dalam hadits disebutkan : Barangsiapa yang tidak memenuhi undangan walimah, kata Nabi صلّى اللّه عليه وسلّم maka dia telah bermaksiat kepada Allah dan RasulNya. Ini menunjukknn bahwasanya memenuhi undangan walimah pernikahan maka ini hukumnya adalah wajib.

Hanya saja para ulama mengatakan jika ternyata ada udzur atau ada kemungkaran dalam walimah tersebut maka seseorang tidak wajib untuk hadir. Contohnya dalam walimah tersebut ada ikhtilat, campur laki-laki dengan wanita sementara kita tahu seorang wanita atau seorang ibu-ibu tatkala menghadiri acara walimah maka dia berhias dengan seindah-indahnya, dia bersolek dengan secantik-cantiknya. Kemudian bercampur baur dengan laki-laki hanya dilihat oleh lelaki yang lain, bisa jadi dia tidak memakai jilbab, terbuka auratnya maka dalam kondisi seperti ini, seseorang tidak wajib untuk menghadiri walimahnya.

Jika dia tahu walimahnya seperti itu, maka dia datang sebelum walimah atau dia datang setelah walimah agar menyenangkan hati saudaranya yang mengundang, bisa sebelum walimah atau sesudah walimah.

Kemudian misalnya kemungkaran yang ada misalnya dalam walimah tersebut ternyata ada khamr, ada bir, ada wine yang disebarkan maka ini juga tidak boleh menghadiri acara seperti ini.

Contohnya juga diantara kemungkaran ada di walimah misalnya nanggap penyanyi dangdut, penyanyi dangdut diundang, kemudian joget-joget kemudian menampakkan auratnya dan keindahan lekukan tubuhnya maka ini juga tidak wajib bagi kita untuk hadir.

Demikian juga misalnya ternyata dalam acara walimah tersebut yang diundang hanyalah orang-orang kaya, orang-orang miskin tidak diundang, orang-orang sekitar tetangganya tidak diundang, maka ini adalah syarruth tho'am (makanan yang terburuk), kita tidak hadir dalam acara seperti ini.

Demikian juga para ulama menyebutkan, tidak wajib kita menghadiri walimah jika ternyata untuk ke acara tersebut butuh safar, maka tidak wajib kita untuk menghadiri walimah tersebut.

Namun yang perlu saya ingatkan, jika ternyata yang mengundang acara walimah tersebut adalah kerabat kita, sepupu kita atau keluarga dekat kita maka memang dari sisi walimahnya tidak wajib tetapi dari sisi dia adalah kerabat maka kita hendaknya hadir. Kita khawatir kalau kita tidak hadir akan membuat dia marah sehingga kita bisa terjerumus dalam memutuskan silaturahmi.

Oleh karenanya, kita melihat acara walimah dari sisi walimahnya dan juga dari sisi kerabat. Kalau kerabat maka kita berusaha menghadiri meskipun harus bersafar.

Kemudian point berikutnya, yaitu yang ke-3, kata Nabi:

وَإِذَا اسْتَنْصَحَك  فَانْصَحْه

Jila dia minta nashihat kepadamu maka nashihatilah dia.

Seseorang disunnahkan untuk menashihati saudaranya. Ada seorang shahabat yang mengatakan :

بَايَعْنَا رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم عَلَى إِقَامِ الصَّلاَةِ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ، وَالنُّصْحِ لِكُلِّ مُسْلِمٍ

Kami membai'at Nabi صلّى اللّه عليه وسلّم berjanji untuk senantiasa sholat, senantiasa membayar zakat dan senantiasa menashihati setiap muslim.

Namun kata para ulama, menashihati seorang muslim secara kita yang mulai maka hukumnya sunnah. Tetapi jika dia datang minta kepada kita nashihat maka wajib bagi kita untuk menashihatinya.

Terkadang seorang muslim datang kepada kita punya permasalahan minta nashihat maka kita kalau mampu kita nashihati. Jangan kita pelit dengan nashihat, kalau kita mampu nashihati, kasih pengarahan, kasih arahan berdasarkan pengalaman kita, berdasarkan dalil.

Ketika seorang datang pada kita mengatakan : "Ustadz, ada orang ingin melamar putri saya, bagaimana menurut antum, antumkan mengenal orang tersebut". Maka kita berusaha menjelaskan dengan jelas bahwa orang ini bagaimana, kebaikannya bagaimana, keburukannya bagaimana, menurut kita bagus atau tidak, seakan-akan kita menjadi posisi sebagai dia. Ini namanya benar-benar kita seorang naashih. Benar-benar memberi nashihat bagi saudara kita. nashihat itu artinya apa? Ingin memberikan kebaikan bagi saudara kita.

Kemudian perkara berikutnya yang ke-4 kata Nabi صلّى اللّه عليه وسلّم:

وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ فَسَمِّتْهُ

Jika dia bersin, kemudian dia mengucapkan "alhamdulillah" maka jawablah dengan "yarhamukallah".

Nanti pembahasan ini secara detail akan datang pada hadits-hadits berikutnya.

Kemudian kata Nabi صلّى اللّه عليه وسلّم yang ke-5:

وَ إِذاَ  مَرِضَ  فَعُدْهُ

Jika dia sakit maka jenguklah dia.

Ini adalah sunnah yang harus kita kerjakan dan hukumnya adalah fardhu kifayah artinya orang sakit tidak semua orang harus mengunjungi, tidak. Tapi fardhu kifayah, jika sebagian orang sudah mengunjungi, sudah cukup. Kalau ternyata saudara kita ini sakitnya lama, jangan kita mencukupkan hanya mengunjunginya sekali tapi bisa berkunjung berulang-ulang. Kita kunjungi dan bercengkrama dengan dia, menghilangkan kesedihannya, kita bawa oleh-oleh buat dia.

Bahkan para ulama mengatakan bahkan meskipun dia dalam keadaan tidak sadar. Misalnya dia pingsan, kita kunjungi dia, tidak jadi masalah. Karena paling tidak kita bisa do'akan dia meskipun dia tidak tahu tapi Allah tahu kita sudah mengunjungi dia. Atau paling tidak setelah dia siuman/tersadar, ada yang cerita tadi si fulan mengunjungimu, maka ini akan menyenangkan hatinya, ternyata si fulan perhatian sama saya sehingga dia tidak jadi berburuk sangka. Atau keluarganyapun tahu ternyata kita mengunjungi dia dan ini menyenangkan hati keluarganya.

Kemudian point yang ke-6:

وَإِذاَ  ماَتَ فاتـْبَعْهُ

Jika dia meninggal maka ikutilah jenazahnya.

Dan kita tahu bahwasanya seorang yang muslim tatkala meninggal juga dimuliakan Allah سبحانه وتعالى sehingga yang menyolatkannya akan mendapatkan pahala 1qirath. 1 qirath seperti gunung Uhud dan orang yang mengikuti jenazah sampai mengkafankannya, sampai menguburkannya, maka dia akan mendapatkan 2 qirath, yaitu masing-masing qirathnya besarnya seperti gunung Uhud.

Demikian saja, kita lanjutkan pada hadits berikutnya pada pertemuan esok hari.

Wabillaahit taufiq wal hidayah.

Wassalaamu'alaykum warahmatullah wabarakaatuh.