Minggu, 25 Januari 2015

HARGA MATI SEBUAH CINTA KARENA ALLAH

Asal-muasal segala perbuatan dan gerak yang terjadi di alam ini adalah cinta dan keinginan.
Keduanya merupakan pendorong adanya perbuatan dan gerak, sebagaimana marah dan benci adalah dasar diam dan tidak berbuat.
Cintalah yang mendorong seseorang sampai kepada apa yang dicintainya (Lihat Mawaridul Aman hlm. 390)

Karena cinta dan benci itu mesti ada, agama membimbing dan mengarahkannya agar tidak salah meletakkannya.
Jika salah, kawan bisa menjadi lawan dan sebaliknya lawan bisa menjadi kawan.
Bimbingan agama terhadap dua hal ini sesungguhnya telah dipraktekkan oleh Rasul kita, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kecintaan beliau terhadap para sahabatnya terbukti dari ucapan dan perbuatan.
Begitu juga rasa tidak suka dan benci beliau.

Lalu, apa yang menjadi harga mati sebuah kecintaan karena Allah ?

Mari kita ikuti dialog bersama asy-Syaikh al-Albani

Penanya:
Apakah orang yang mencintai karena Allah wajib mengatakan, “Aku cinta kepadanya karena Allah ?”

Asy-Syaikh al-Albani:
Ya. Hanya saja, cinta karena Allah memiliki harga yang sangat mahal.
Sedikit sekali orang yang bisa membayarnya.

Tahukah Anda, apa yang menjadi harga mahal sebuah kecintaan karena Allah ?
Apakah ada salah seorang dari Anda yang mengetahui harganya?
Siapa yang mengetahuinya silakan memberikan jawaban kepada kami.

Penanya:
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Tujuh golongan orang yang kelak akan mendapatkan naungan dari Allah pada hari tidak ada naungan melainkan dari Allah (dan di antara mereka adalah) dua orang yang saling mencintai karena Allah, berkumpul karena Allah dan berpisah juga karena Allah .”

Asy-Syaikh al-Albani:
Itu memang benar.
Namun, bukan itu jawaban atas pertanyaan saya.
Ini kurang lebih definisi cinta karena Allah , bukan definisi yang meliputi banyak hal.

Pertanyaan saya, apa sesungguhnya harga yang harus dibayar oleh dua orang yang saling mencintai karena Allah kepada yang lain?

Saya tidak memaksudkan imbalan kelak di akhirat.
Yang saya maukan dari pertanyaan ini, apa bukti nyata wujud cinta karena Allah di antara dua orang yang saling mencintai karena-Nya?

Terkadang, ada dua orang yang saling mencintai hanya sebatas lahiriah, bukan hakiki.
Mana dalil yang menunjukkan cinta yang hakiki?

Penanya:
Dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.

Asy-Syaikh al-Albani:
Ini sifat cinta atau sebagian sifat cinta?

Penanya:
Allah berfirman:
“Katakan, ‘Jika kalian benar-benar cinta kepada Allah maka ikutilah aku niscaya Allah akan mencintai kalian’.” (Ali Imran: 31)

Asy-Syaikh al-Albani:
 Ini jawaban yang benar untuk pertanyaan yang lain.

Penanya:
Hadits sahih, “Tiga hal yang barang siapa ada pada diri seseorang niscaya dia akan merasakan manisnya iman.
Di antaranya adalah dua orang yang saling mencintai karena Allah.”

Asy-Syaikh al-Albani:
Ini adalah buah cinta karena Allah yaitu manisnya iman yang dia dapatkan di dalam hatinya.

Penanya:
Firman Allah :
“Demi masa.
Sesungguhnya manusia dalam keadaan merugi,
kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh, saling menasihati dalam kebenaran dan saling menasihati dalam kesabaran.”
(al-‘Ashr: 1—3)

Asy-Syaikh al-Albani:
Bagus, inilah jawabannya.

Penjelasannya, jika saya mencintai Anda karena Allah niscaya saya akan mengiringinya dengan nasihat.
Anda pun akan melakukan hal yang sama.

Iringan nasihat sangat sedikit terjadi di antara dua orang yang mengaku saling mencintai karena Allah .
Hal ini karena cinta yang seperti ini harus dibangun di atas keikhlasan.

Saat keikhlasan tidak sempurna, terkadang muncul kekhawatiran jika (setelah dinasihati) dia marah, takut jika dia lari, dan sebagainya.

Maka dari itu, dalam cinta karena Allah kedua pihak mengikhlaskan niat untuk menegakkan nasihat kepada yang lain, senantiasa menegakkan amar ma’ruf dan nahi mungkar.

Menasihati saudaranya lebih berguna daripada (sekadar) dia melindunginya.

Oleh karena itu, telah sahih bahwa termasuk dari adab para sahabat jika mereka bertemu setelah berpisah, mereka membacakan ayat ini kepada yang lain.

“Demi masa.
Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.”

(Lihat Fatawa asy-Syaikh al-Albani hlm. 185-186) .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar