Sabtu, 24 Januari 2015

Kajian 06 | Pembagian Jenis Air Berdasarkan Penggunaannya Dalam Thoharoh (bagian 2)

BimbinganIslam.com
Jum'at, 2 Rabi'ul Akhir 1436 H / 23 Januari 2015 M
Ustadz Fauzan ST, MA
Matan Abu Syuja' | Bab Thaharah
Kajian 06 |  Pembagian Jenis Air Berdasarkan Penggunaannya Dalam Thoharoh (bagian 2)
Download Audio
https://www.dropbox.com/s/cxmbnbq8c06c6bl/Halaqoh%206.mp3?dl=0
_______________________________

PEMBAGIAN JENIS AIR BERDASARKAN PENGGUNAANNYA DALAM THAHARAH (BAGIAN 2)

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

ألسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

وَ الصَّلاَةُ وَ السَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللّهِ وَ بَعْدُ.

Para sahabat sekalian yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'ālā, pada halaqoh yang ke-6 ini kita akan membahas macam-macam air berikutnya.

طاهر مطهر مكروه استعماله وهو الماء المشمس

Ini adalah pembagian yang kedua. Sebelumnya kita sudah sebutkan pada pembagian yang pertama:

طَاهِرٌ وَ مُطَهِّرٌ

Yang disebut sebagai air mutlak, di mana dia air suci dan mensucikan.

Adapun pembagian yang kedua di sini, penulis menyebutkan:

طَاهِرٌ وَ مُطَهِّرٌ مَكْرُوْهٌ اِسْتِعْمَالُهُ وَهُوَ المَاءُ الْمُشَمَّسُ

Air yang suci dan dia bisa mensucikan, akan tetapi dia makruh penggunaannya dan disebutkan yaitu air musyammas.

Apa maksudnya air musyammas?

Air musyammas yaitu air mutlak yang berada di dalam bejana logam selain emas dan perak, yang dia terkena terik matahari yang sangat.

Jadi, disyaratkan di dalam madzhab Syafi’i ini ada 2 syarat bahwasanya dia dikatakan sebagai air musyammas:
1. Yang pertama, dia berada di dalam bejana logam selain emas dan perak.

Karena logam-logam tersebut akan terpengaruh oleh sengatan matahari. Di mana partikel-partikel dari logam tersebut akan larut dan memberikan mudhorot bagi orang yang menggunakannya.

2. Syarat yang kedua, bahwasanya air tersebut terkena terik matahari yang sangat, yang sangat kuat.

Jadi apabila air mutlak atau air berada dalam logam bejana emas dan perak atau pun selain logam maka tidak dikatakan sebagai air musyammas.

Ataupun berada di dalam daerah yang tidak memiliki terik matahari yang sangat, maka juga tidak dikatakan sebagai air musyammas.

Dan pembagian ini adalah khusus di dalam mahdzab Syafi’i, di mana jumhur yang lain tidak melihat adanya pembagian air suci dan mensucikan namun makruh penggunaannya.

Di antara dalil-dalil yang digunakan oleh Syafi’iyyah adalah beberapa hadits yang tidak lepas dari riwayat yang dha'if. Di antaranya adalah hadits Ibnu 'Abbas, beliau mengatakan:

أَنَّ رَسُوْلُ اللّهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ:  نَهَي عَائِشَةَ رَضِى الله تعالى عَنْهَا عَنِ المُشَمَّسِ, وَقَالَ: إِنَّهُ يُورِثُ البَرَصَ

“Bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam melarang 'Āisyah radhiyallāhu ta’āla 'anha untuk menggunakan air musyammas dan Beliau bersabda: "Karena air tersebut bisa menimbulkan penyakit kusta (yaitu penyakit barash)".

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Daruquthni dengan derajat hadits yang dha'if sehingga tidak dapat digunakan sebagai sandaran.

Oleh karena itu pendapat yang rojih adalah pendapat jumhur ulama yang mengatakan bahwasanya:

"Air musyammas tidaklah makruh dan dia seperti air mutlak yang lainnya yang suci dan mensucikan dan setiap orang bisa menggunakannya".

Dan pendapat ini di rojihkan pula oleh Imam Nawawi AsySyafi’i dalam kitab Ziyādatur Raudhah, beliau berkata:

وَهُوَ الرَّاجِحُ من حَيْثُ الدَّلِيل وَهُوَ مَذْهَب أَكثر الْعلمَاء وَلَيْسَ للكراهية دَلِيل يعْتَمد

Bahwasanya kata beliau: "Pendapat ini adalah pendapat yang rojih jika menilik dari dalil yang digunakan dan dia adalah madzhab kebanyakan para ulama (mayoritas para ulama) dan untuk pendapat makruhnya penggunaan air musyammas tidak ada dalil yang bisa dijadikan sebagai sandaran."

Demikian yang bisa kita sampaikan.

وَصَلَّى اللّهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ أَجْمَعِيْن

Sampai jumpa pada halaqoh yang ke-7 tentang air yang berikutnya. ُ

✒Tim Transkrip Materi BiAS

Kajian 04 | Macam - Macam Air Yang Diperbolehkan Untuk Bersuci

Rabu, 9 Rabi'ul Awwal 1436 / 31 Desember 2014
Matan Abu Syuja' | Kitab Thaharah
Kajian 04 | Macam - Macam Air Yang Diperbolehkan Untuk Bersuci

Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Assalaamu'alaykum warahmatullaah wabarakaatuh.

Alhamdulillaahi Robbil'aalamin, washshalaatu wassalaamu 'alaa 'ashrofil anbiya-i walmursalin, nabiyina Muhammadin wa 'ala alihi wa shohbihi 'ajmain 'amma ba'ad.

Para sahabat Bimbingan Islam sekalian yang dirahmati oleh Allah سبحانه وتعالى, pada halaqoh yang ke-4 ini kita akan membacakan Kitab Matan Abu Syuja', semoga Allah سبحانه وتعالى memberkahi dan memudahkan kita semua.

Berkata Penulis ini,

 كِتَابُ الطّهَارَةِ

AthThoharoh makna secara bahasa, dia adalah annazhoofah (أَلنَّظَافَةُ), yaitu kebersihan. Dan secara istilah dia adalah

عِبَارَةٌ عَنْ رَفْعِ الْحَدَثِ وَ إِزَالَةِ النَّجَسِ

Proses mengangkat hadats dan menghilangkan najis.
AlHadats adalah sifat atau status pada diri seseorang yang menghalangi dari sholat dan ibadah-ibadah yang lainnya yang disyaratkan pada ibadah tersebut thaharah.

Misalnya seorang yang keluar angindari duburnya, maka statusnya dia berhadats dan menghalanginya untuk melaksakan ibadah sholat sampai dia thaharah (berwudhu) yang mengangkat hadats tersebut.

Dan menghilangkan najis, najis adalah segala sesuatu zat yang kita diwajibkan secara syariat secara syarah untuk bersuci darinya. Misalnya kotoran manusia, seseorang yang terkena kotoran manusia, maka dia wajib untuk membersihkannya, sebelum dia melaksanakan ibadah sholat.

Para sahabat sekalian yang dirahmati oleh الله سبحانه و تعالىٰ, para ulama رحمهم الله تعالى memulai kitab fiqh mereka dimulai dengan pembahasan kitab thaharah, karena kitab ini berkaitan dengan kitab Sholat, dimana sholat disyaratkan untuk bersuci sebelum melaksanakan ibadah tersebut. Dan penulis disini memulai kitab thaharah dengan menjelaskan tentang bermacam-macam jenis-jenis air yang bisa digunakan untuk bersuci.

Berkata Penulis rahimahuLLah:

الْمِيَاهُ الَّتِي يَجُوْزُ التَّطْهِيْرُ بِهَا سَبْعُ مِيَاهٍ

Bahwasanya air yang diperbolehkan untuk digunakan dalam bersuci ada 7 macam;

1. Yang pertama مَاءُ السَّمآءِ, Air langit yaitu air hujan. Dalilnya adalah dalam surat AlAnfal 11. Allah تعالى berfirman:
... وَيُنَزِّلُ عَلَيْكُم مِّنَ السَّمَاءِ مَاءً لِّيُطَهِّرَكُم بِهِ...

Dan Dia Allah سبحانه وتعالى menurunkan kepada kalian air dari langit, agar kalian bersuci dengan nya.

2. Kemudian yang kedua وَمَاءِ الْبَحْرِ, yaitu air laut. Sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم yang diriwayatkan dalam asyhabu sunnah, Rasulullah bersabda tatkala ditanya tentang air laut, beliau mengatakan:

وَالطَّهُورُ ماؤُهُ ، الحِلُّ ميتتُهُ.

Bahwasanya air tersebut suci, airnya suci dan halal bangkainya.

Yaitu hewan air laut apabila menjadi bangkai, maka halal.

3. Kemudian yang ketiga و ماء النهر, air sungai, dan ini adalah ijma' para ulama, bahwasanya air sungai adalah yang suci. Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda:

مَثَلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ كَمَثَلِ نَهَرٍ جَارٍ غَمْرٍ عَلَى بَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ فيه كُلَّ يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّاتٍ ». وَمَا يُبْقِى ذَلِكَ مِنَ الدَّرَنِ

Permisalan sholat lima waktu adalah seperti sungai yang mengalir yang melimpah ruah airnya di depan pintu seseorang diantara kalian, kemudian dia mandi setiap hari lima waktu, maka apakah tersisa sedikit pun kotoran ? (HR Muslim)

Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memisalkan dengan air sungai yang digunakan untuk bersuci.

4. Kemudian yang keempat مَاءُ الْبِئْرِ, air sumur. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, dimana Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم berwudhu dari air sumur Budho'ah dan tatkala Rasulullah ditanya, maka beliau mengatakan الْمَاءُ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ, bahwasanya air itu tidak menajiskan segala sesuatu apapun.

5. Kemudian yang kelima, وَمَاءُ  الْعَيْنِ, mata air yang maknanya sama dengan air laut dan air sungai, maka hukumnya pun suci.

6. Kemudian وَمَاءُ الثَّلْجِ air salju,

7. Dan وَمَاءُ الْبَرَدِ dan air embun.

Dalilnya adalah hadits Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم dalam do'a iftitah, beliau berdo'a:

اللهم اغْسِلْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ

Ya Allah, cucilah dosa-dosaku dengan air salju dan air embun.

Demikian yang bisa kami sampaikan.

Washshallallaahu 'alaa Nabiyyina Muhammadin wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallim. 

Kajian 03 | Biografi Imam Syafi'i dan Imam Abu Syuja'

BimbinganIslam.com
Jum'at, 26 Shafar 1436 / 19 Desember 2014
Ustadz Fauzan ST, MA
Muqaddimah Bagian 3
Kajian 03 | Biografi Imam syafi'i dan Imam Abu Syuja'
--------------------

Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Assalaamu'alaykum warahmatullaah wabarakaatuh.

Alhamdulillaah wash shalaatu wassalaamu 'alaa Rasuulillaah Wa'alaykumussalam warahmatullah wabarakaatuh ba'd.

Para ikhwah sekalian, para sahabat yang dirahmati oleh Allah سبحانه وتعالى, pada halaqoh yang ke-3 ini kita akan mengenal secara ringkas AsySyafi'i dan Imam Abu Syuja'.

✒ Imam AsySyaafi'i beliau bernama Muhammad bin Idris bin Al'Abbas bin 'Utsman bin Syaafi' yang dikenal sebagai Imam AsySyaafi'i. Beliau lahir pada tahun 150 H. Pada tahun tersebut, meninggal Imam Abu Hanifah. Oleh karena itu, orang-orangpun mengatakan:

Maatal imam maulidal imam

Meninggal seorang imam digantikan kelahiran seorang imam yang lainnya.

Beliau adalah seorang imam yang masyhur dari kalangan kaum muslimin dan memiliki pendapat atau madzhab yang tersebar ke seluruh penjuru bumi.

Imam Syafi'i lahir di Ghazza Palestina dalam keadaan yatim. Perhatian yang besar sang ibu kepada Imam Syafi'i akan pendidikan Imam Syafi'i menyebabkan ibu Imam Syafi'i memutuskan untuk berpindah ke kota Mekkah, yang mana pada saat itu kota Mekkah dipenuhi oleh para ulama di berbagai cabang ilmu.

Imam AsySyaafi'i mulai menuntut ilmu dengan menghafal AlQur'an. Beliau hafal AlQur'an pada saat umur beliau mencapai 7 tahun dan terus menuntut ilmu sehingga dapat menghafalkan Kitab Muwaththa' Imam Malik pada umur beliau mencapai 10 tahun. Dan terus menuntut ilmu sampai beliau diperbolehkan untuk berfatwa dikatakan pada saat umur 15 tahun. Dikatakan pada riwayat yang lain pada saat umur 18 tahun. Dan beliaupun terus menuntut ilmu baik kepada Imam Malik, maupun kepada ulama yang lainnya sehingga menguasai berbagai cabang ilmu di dalam agama.

Imam AsySyaafi'i رحمه اللّه beliau dikenal sebagai ulama yang tawadhu' yang sangat dermawan. Dan keluasan ilmu beliau, kecerdasan ilmu beliau menjadikan pendapat-pendapat beliau sebagai rujukan bagi kalangan ulama yang lainnya.

Imam AsySyaafi'i, beliau memiliki karya yang sangat banyak. Diantara yang terkenal Al'Umm dan ArRisalah.

Dan Imam AsySyaafi'i beliau wafat pada tahun 204 H, dengan meninggalkan manfaat yang besar bagi kaum muslimin, رحمه اللّه, rahmatan waasi'ah.

✒Kemudian Imam Abu Syuja', beliau adalah Ahmad bin AlHusain bin Ahmad AlAsfahaniy, salah seorang ulama AsySyafi'iyyah yang terkenal. Dan beliau dikenal dengan panggilan AlQadhi Abu Syuja', alqadhi yaitu hakim, Abu Syuja'.

Beliau belajar fiqih AsySyaafi'i lebih dari 40 tahun di kota Bashrah. Dan Abu Syuja' lahir pada tahun 434 H, dikatakan 535 H. Dan dikenal sebagai seorang ulama yang sangat dermawan, yang ahli ibadah, yang wara', yang shalih, yang memiliki ilmu yang luas dan sangat ta'at di dalam melaksanakan agama.

Imam Abu Syuja' diriwayatkan bahwasanya beliau memiliki umur yang sangat panjang, yaitu mencapai 160 tahun dan dengan kondisi yang sehat wal 'afiyat.

Tatkala beliau ditanya tentang rahasianya maka beliau mengatakan:

حفظنا ها فى الصغر فحفظها الله فى الكبر

Saya tidak pernah di waktu muda saya bermaksiat dengan Allah walaupun dengan 1 anggota tubuh saya. Maka alhamdulillaah Allah menjaganya di masa tua saya.

Beliau menulis matan Abu Syuja' karena permintaan orang-orang agar beliau meringkas (membuat ringkasan) terhadap madzhab Syafi'i yang mudah dipelajari dan mudah dihafalkan. Dan matan Abu Syuja' ini terus dipelajari sampai sekarang ini sampai menunjukkan matan tersebut memiliki kelebihan dan kita berharap keikhlashan dari sang penulis sehingga Allah سبحانه وتعالى menjadikan dia kekal, menjadikan dia terus dipelajari kaum muslimin.

Imam Abu Syuja' menjabat sebagai seorang qadhi, sebagai hakim. Namun di akhir hayatnya beliau sengaja berpindah ke Madinah dalam rangka untuk membaktikan diri melayani masjid Nabawi dengan membersihkannya, dengan menggelar tikar dan melayani para jama'ah sampai akhir hayat beliau.

Demikianlah tentang kedua imam ini, secara ringkas rahimahumullaah rahmatan waasi'ah.

Dan kita cukupkan halaqah yang ke-3.

Washshallallaahu 'alaa Nabiyyina Muhammadin wa 'alaa aalihi wa shahbihi Wa'alaykumussalam warahmatullah wabarakaatuh sallim.

Akhiru da'wana, alhamdulillaahirrabbil 'alaamiin.

Kajian 02 | Pentingnya Kita Belajar Agama

BimbinganIslam.com
Jum'at, 19 Shafar 1436 / 12 Desember 2014
Ustadz Fauzan ST, MA
Muqaddimah Bagian 2
Kajian 02 |  Pentingnya Kita Belajar Agama
--------------------

Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Assalaamu 'alaykum warahmatullah wabarakaatuh.

Alhamdulillah wash shalaatu wassalaamu 'ala Rasulillah wa ba'd.

Ikhwah fiddin a'aazaniyyallaahu wa iyyakum, pada halaqoh ke-2 ini, dalam muqaddimah ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum memulai pelajaran kita tentang ringkasan Fiqih Syar'iyyah Matan Abu Syuja'.

1. Wajib bagi para penuntut ilmu untuk mengikhlaskan niat karena Allah سبحانه وتعالى karena menuntut ilmu adalah bagian dari ibadah dan bagian dari jihad fii sabiilillaah.

Allah تعالى berfirman:

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ

Dan tidaklah mereka diperintahkan kecuali untuk memurnikan keta'atan hanya kepada Allah سبحانه وتعالى. (AlBayyinah:5)

Ikhwah fiddin a'aazaniyyallaahu wa iyyakum. Dan niatkan kita menuntut ilmu adalah untuk menghilangkan kebodohan yang ada pada diri kita dan juga kita berusaha mengangkat kebodohan yang ada pada diri oranglain, agar kita semua dan mereka bisa memahami apa yang diridhai oleh Allah سبحانه وتعالى dan RasulNya.

2. Hendaknya bersabar di dalam menuntut ilmu dan tidak tergesa-gesa. Hendaknya bertahap, mulai dari tahap yang dasar, kemudian menengah dan dilanjutkan dalam tahap berikutnya.

Diantara tahap dasar bagi seseorang adalah dia menuntut ilmu, mengetahui perkara-perkara yang mendasar yang wajib 'ain bagi dirinya. Dan diantara tahap awal dalam masalah cabang ilmu fiqih adalah memulai memahami gambaran permasalahan secara ringkas sebelum mendalami atau menyibukkan diri dalam permasalahan-permasalahan yang mendetail, perbedaan para ulama dan dalil mereka dan seterusnya.

Allah تعالى berfirman :

كُونُوا رَبَّانِيِّينَ

Dan jadilah kalian seorang yang Rabbani. (Ali Imran:79)

Ibnu 'Abbas رضي اللّه تعالى عنه beliau mengatakan tentang ulama Rabbani, mereka adalah

أَنَّهُ الَّذِيْ يُعَلِّمُ النَّاسَ بِصِغَارِ الْعِلْمِ قَبْلَ كِبَارِهِ.

Mereka adalah orang-orang yang mengajarkan manusia perkara-perkara yang mendasar sebelum perkara-perkara yang lanjut.

Oleh karena itu, ikhwah fiddin a'aazaniyyallaahu wa iyyakum, adalah sebuah kesalahan apabila kita menyibukkan diri kita atau menyibukkan oranglain pada perkara-perkara khilaf diantara para ulama. Padahal kita sendiri atau oranglain belum mengetahui perkara yang mendasar yang wajib untuk diketahui.

Kemudian ikhwah fiddin a'aazaniyyallaahu wa iyyakum,

3. Bahwasanya para ulama, baik yang terdahulu maupun terkini, mereka senantiasa mengajarkan kitab-kitab fiqih secara bertahap. Mulai dari tahap yang mendasar, menengah kemudian lanjut sebagaimana para ulama terdahulu, mereka menulis kitab-kitab dari dasar. Seperti Imam Nawawi رحمه اللّه, beliau menulis Kitab AlMinhaj yang merupakan ringkasan fiqih AsySyafi'i, kemudian dilanjutkan dengan Kitab ArRaudhah yang lebih panjang penjelasannya. Kemudian dilanjutkan dengan Kitab AlMajmu' yang merupakan disana dijelaskan tentang perbedaan pendapat para ulama, dalil-dalil dan diskusi diantara mereka.

Begitu juga Ibnu Qudamah AlHanbali. Beliau menulis kitab dasar Kitab Umdatul Fiqh, kemudian dilanjutkan dengan Kitab AlKafi, kemudian dilanjutkan kitab-kitab panjang yaitu Kitab AlMughni sebagaimana yang kita ketahui.

Perkara yang ke-4 yang perlu kita sampaikan bahwasanya,

4. Di dalam mempelajari kitab Madzhab Syafi'i ini, bukan berarti kita fanatik terhadap Madzhab Syafi'i ataupun kita takqlid. Karena sesungguhnya, semua perkataan selain dari Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم bisa diterima ataupun ditolak.

Oleh karena itu para ulama, baik terdahulu maupun terkini, bahkan Imam Syafi'i sendiri, beliau mengatakan :

إِذَا صَحَّ الْحَدِيْثِ فَهُوَ مَذْهَبِيْ

Apabila hadits itu shahih maka itu pendapatku.

Oleh karena itu, hendaknya penuntut ilmu berpegang kepada AlKitab dan Sunnah di dalam berpendapat.

Kemudian perkara yang ke-5 didalam mempelajari matan Abu Suja' yang merupakan ringkasan fiqih Syafi'i ini,

5. Akan kami jelaskan secara ringkas saja dan lebih fokus kepada bagaimana masalah-masalah yang dibahas oleh para ulama atau gambaran masalah yang dibahas para ulama, bukan pada khilaf ataupun perbedaan pendapat diantara mereka. Dan akan kami jelaskan secara ringkas dalil-dalil apabila dibutuhkan.

Pada pembahasan kitab fiqih ini tentu akan memakan waktu yang panjang, oleh karena itu jika kita ada kesempatan mendatang, kita bisa selesaikan pada kajian intensif, baik secara offline maupun online. Maka akan kami sampaikan linknya kepada ikhwah sekalian agar faidahnya bisa lebih menyeluruh.

Demikian yang bisa kami sampaikan pada halaqoh yang ke-2.

Wash shalallaahu 'ala Nabiyyina Muhammadin wa 'ala aalihi wa shahbihi wa sallim wa aakhiru da'wana alhamdulillaahi Rabbil 'aalamiin.

Assalaamu 'alaykum warahmatullah wabarakaatuh.

Kajian 01 | Pentingnya Kita Belajar Agama

BimbinganIslam.com
Jum'at, 12 Shafar 1436 / 5 Desember 2014
Ustadz Fauzan ST, MA
Muqaddimah Bagian 1
Kajian 01 |  Pentingnya Kita Belajar Agama
--------------------

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Assalaamu'alaykum

Alhamdulillah washsholaatu wassalaamu 'ala Rasuulillah wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa man tabi'a sunnatan, 'amma ba'd.

Ikhwah fiddin a'aazaaniyallaahu wa iyyakum.

Pada halaqoh pertama muqaddimah bagian pertama, kita akan menjelaskan tentang pentingnya belajar agama.

Para ikhwah fiddin a'aazaaniyallaahu wa iyyakum, belajar agama adalah salah satu tanda seseorang dia diberi taufiq untuk mendapatkan kebaikan.

Dimana sekarang orang-orang meninggalkan agama, meninggalkan sabda Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم yang mana dia adalah sumber kebaikan dan keselamatan seseorang di dunia maupun di akhirat.

Di dalam sebuah hadits riwayat Mu'awiyah رضي اللّه عنه beliau berkata bahwasanya Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم bersabda :

مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّينِ

Hadits shahih diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.

Kata Rasulullah barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan maka niscaya Allah akan fahamkan dia dalam urusan agamanya.

Hadits ini menunjukkan pentingnya pemahaman di dalam agama karena dia adalah alamat kebaikan yang Allah kehendaki dalam diri seseorang.

Dan kebalikannya,  sesorang yang tidak Allah kehendaki kebaikan pada dirinya niscaya dia tidak akan difahamkan dalam agama. Tidak akan ada keinginan untuk belajar agama, dia sama sekali tidak menoleh kepada ilmu agama sehingga bagaimana dia akan mendapatkan kebaikan manakala dia tidak faham akan kebaikan itu sendiri.

Oleh karena itu, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, beliau mengatakan :

Dan setiap orang yang Allah kehendaki kebaikan pada dirinya maka PASTI Allah akan fahamkan dia dalam urusan agamanya.

Dan orang-orang yang dia tidak difahami difahamkan dalam urusan agamanya maka dia tidak diinginkan kebaikan pada dirinya.

Akan tetapi, ini perlu menjadi catatan :
Tidak setiap orang yang dia difahamkan dalam urusan agamanya pasti akan dikehendaki Allah kebaikan pada dirinya.

Kenapa? Karena kata beliau : Karena tidak cukup memahami agama, akan tetapi harus disertai dengan mengamalkan pemahaman tersebut.

Oleh karena itu ikhwah fiddin a'aazaaniyallaahu wa iyyakum, kata beliau : Pemahaman agama itu adalah salah satu syarat untuk mendapatkan keberhasilan, kemenangan, kebahagiaan, kebaikan dan seterusnya.

Oleh karena itu ikhwah fiddin a'aazaaniyallaahu wa iyyakum, bagi siapapun yang menginginkan kebaikan, keselamatan di dunia dan akhirat, yang PERTAMA adalah dia harus mempelajari agamanya, agama yang Allah turunkan kepada rasulnya kepada Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم karena apa yang Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم bawa itu adalah sumber kemashlahatan, sumber kebaikan dan sumber keselamatan di dunia dan di akhirat. Barangsiapa yang berpaling dari apa yang dibawa Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم maka sungguh dia tidak ada kebaikan pada dirinya, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم.

Bagaimana seseorang bisa menempuh jalan keselamatan apabila dia tidak mengetahuinya. Bagaimana dia bisa mendapatkan kebaikan berupa surga sementara dia tidak tahu jalannya.

Oleh karena itu ikhwah fiddin a'aazaaniyallaahu wa iyyakum, ini adalah pintu pertama pembuka bagi setiap orang yang menginginkan kebaikan di dunia dan akhirat, dia harus memahami perintah Allah dan perintah RasulNya.

Dia harus faham akan agamanya karena itu adalah sumber keselamatan di dunia dan di akhirat.

Yang KEDUA, bahwasanya pemahaman tadi tidak akan bermanfaat apabila tidak diamalkan. Ini adalah syarat seseorang bisa selamat di dunia dan di akhirat, yaitu mengamalkan ilmunya, mengamalkan apa yang dia fahami. Bagaimana seseorang bisa selamat tatkala dia mengetahui jalan keselamatan akan tetapi dia tidak menempuhnya.

Oleh karena itu tidak cukup dengan memahami agama, akan tetapi kita juga mengamalkannya. Oleh karena itu kita berdo'a kepada Allah سبحانه وتعالى agar senantiasa diberikan pemahaman terhadap ilmu agama dan diberikan kemudahan untuk mengamalkannnya dan diberikan taufiq untuk diterima amalan-amalan kita.

اللَّهُمَّ انْفَعْنِي بِمَا عَلَّمْتَنِي، وَعَلِّمْنِيْ مَا يَنْفَعُنِي، وَزِدِنِيْ عِلْمًا وَارْزُقْنِي فَهْمًا وَارْزُقْنِي َعَمَلاً مُتَقَبَّلاً


Demikian kita do'a kepada Allah سبحانه وتعالى.

Ya Allah berikanlah saya ilmu yang bermanfaat, ya Allah berikanlah manfaat terhadap ilmu yang telah Engkau ajarkan kepadaku dan ajarkanlah ilmu-ilmu yang bermanfaat kepadaku dan tambahkanlah ilmu dan berikanlah rizki berupa pemahaman dan berikanlah rizki berupa amal-amal yang diterima disisi Engkau.

Dan kepada Allah lah kita berharap dan kita berdoa agar senantiasa membimbing kita di atas hidayah Islam,  hidayah Iman sehingga kita bisa bertemu dengan Allah سبحانه وتعالى dengan hati yang bersih, hati yang diterima oleh Allah سبحانه وتعالى.

Demikian pertemuan pertama kita, إن شآء اللّه kita akan lanjutkan pada pertemuan berikutnya

Washshllallaahu ala nabiyyina muhammadin wa 'ala aalihi wa shahbihi wa sallim.

Hadits ke-11 | Adab-Adab Minum

BimbinganIslam.com
Rabu, 23 Rabi'ul Awwal 1436 H / 14 Januari 2015 M
Ustadz Firanda Andirja, MA
Kitabul Jaami' | Bulughul Maaram
Hadits ke-11 | Adab-Adab Minum
---------------------------

بسم اللّه الرحمن الرحيم

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله

Kita masuk pada halaqoh yang ke-13, ikhwan dan akhawat sekalian yang dirahmati Allah سبحانه وتعالى dari Baabul Adab dalam Kitaabul Jaami' dari Kitab Bulughul Maraam. Dan kali ini kita akan bahas tentang adab yang berkaitan dengan adab minum.

AlHafizh Ibnu Hajar membawakan sebuah hadits, beliau berkata yaitu:

وَ عَنْهُ رضي اللّه تعالى عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: لَا يَشْرَبَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمْ قَائِمًا (أخرجه مسلم)

Yaitu dari Abu Hurairah رضي اللّه تعالى عنه, beliau berkata: Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم bersabda: "Janganlah sekali-kali seorang dari kalian minum dalam kondisi berdiri". (Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim)

Faidah dari hadits ini, zhahir hadits ini menunjukkan bahwasanya dilarang seseorang minum dalam kondisi berdiri karena dalam kaidah ushul fiqh :

الأصل في النهي التحريم

Bahwasanya hukum asal dalam larangan adalah pengharaman.

Oleh karenanya sebagian ulama seperti ulama zhahiriyyah, mereka mengambil zhahir hadits ini, mereka mengatakan bahwasanya minum dalam kondisi berdiri hukumnya haram. Artinya apa? Jika seseorang minum dalam kondisi berdiri maka dia berdosa karena hukumnya haram.

Sementara jumhur ulama (mayoritas ulama), kalau kita katakan jumhur artinya mayoritas. Mayoritas ulama (kebanyakan ulama) membawakan hadits ini pada makna tidak utama. Artinya janganlah salah seorang dari kalian minum dalam kondisi berdiri karena itu tidak utama. Yang utama seseorang minum dalam kondisi duduk. Akan tetapi, boleh seseorang minum dalam kondisi berdiri.

Mayoritas ulama tatkala berpendapat demikian mereka tidak memandang haramnya minum dalam kondisi berdiri. Mereka hanya memandang ini tidak utama jika seseorang minum dalam kondisi berdiri, kenapa? Karena ada dalil-dalil yang lain yang menunjukkan akan bolehnya minum berdiri.

Contohnya seperti dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam AlBukhari dan juga Imam Muslim, dari Ibnu 'Abbas رضي الله تعالى عنهما, beliau berkata:

سَقَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ زَمْزَمَ فَشَرِبَ وَهُوَ قَائِمٌ

Kata Ibnu 'Abbas: Aku memberikan kepada Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم air minum dari zamzam maka beliaupun minum air zamzam tersebut dalam kondisi berdiri.
Kemudian hadits yang lain yang juga dalam Shahih AlBukhari, dari 'Ali bin Thalib رضي اللّه تعالى عنه: beliau pernah minum berdiri, beliau diberikan air kemudian minum berdiri tatkala beliau berada di Kuffah. Beliau berkata:

إِنَّ نَاسًا يَكْرَهُ أَحَدُهُمْ أَنْ يَشْرَبَ وَهُوَ قَائِمٌ. وَإِنِّي رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَلَ كَمَا رَأَيْتُمُونِي فَعَلْتُ

Sesungguhnya orang-orang tidak suka jika salah seorang dari mereka minum dalam kondisi berdiri. Sementara aku pernah melihat Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم melakukan apa yang pernah kalian liat aku melakukannya.

Artinya aku pernah melihat Nabi minum berdiri sebagaimana kalian sekarang melihat aku minum berdiri.

Ini dijadikan dalil oleh jumhur ulama bahwasanya minum dalam kondisi berdiri hukumnya adalah boleh terutama jika ada kebutuhan.
Ada khilaf diantara para ulama masalah ini tentang bagaimana mengkompromikan 2 model hadits ini. Ada hadits yang menunjukkan larangan, Nabi melarang untuk minum sambil berdiri. Ada hadits-hadits yang menunjukkan Nabi pernah minum berdiri bahkan dipraktekkan oleh 'Ali bin Abi Thalib رضي اللّه تعالى عنه dengan minum berdiri.

Maka pendapat yang pertama, mengambil cara nasikh dan mansukh. Kata mereka bahwasanya larangan-larangan yang menunjukkan minum untuk minum berdiri itu datang terakhir, sehingga memansukhkan hadits-hadits yang membolehkan minum berdiri. Namun tentu ini pendapat yang tidak kuat. Kenapa? Karena 'Ali bin Abi Thalib menyampaikan atau mempraktekkan diri minum berdiri tatkala beliau di Kuffah yaitu di masa Khulafaur Rasyidin, setelah wafatnya Nabi صلّى اللّه عليه وسلّم. Ini menunjukkan bahwasanya 'Ali bin Abi Thalib memahami hukum tersebut tidak mansukh.

Demikian juga ada yang berpendapat bahwasanya sebaliknya. Justru hadits-hadits yang melarang minum berdiri dimansukhkan oleh hadits-hadits yang membolehkan untuk minum berdiri.

Akan tetapi 2 pendapat ini tidak kuat karena masalah nasikh dan mansukh butuh dalil yang lebih kuat, butuh dalil mana yang lebih dahulu dan mana yang lebih terakhir. Dan tidak ada dalil yang menunjukkan hal ini semua.

Sebagian ulama juga berpendapat bahwasanya bolehnya minum berdiri hanyalah kekhususan Nabi, kalau kita sebagai umat Nabi tidak boleh minum berdiri. Nabi khusus karena dia pada waktu berbicara melarang minum dia berbicara dengan ucapan, dia mengatakan "Jangan salah seorang dari kalian minum berdiri". Adapun tatkala beliau minum berdiri adalah praktek, bukan ucapan dan ini menunjukkan boleh minum berdiri adalah kekhususan Nabi صلّى اللّه عليه وسلّم.

Ini dibantah juga oleh para ulama. Kalau itu merupakan kekhususan Nabi صلّى اللّه عليه وسلّم, kenapa dipraktekkan oleh 'Ali bin Abi Thalib?

Intinya pendapat yang kuat adalah pendapat jumhur ulama bahwasanya mengkompromikan/menggabungkan antara 2 model hadits ini bahwasanya hadits yang melarang untuk minum berdiri itu dibawakan kepada khilaful awlaa yaitu bahwasanya lebih utama untuk tidak minum berdiri. Namun boleh untuk minum berdiri berdasarkan dalil-dalil yang membolehkan terutama jika seseorang minum berdiri dalam keadaan hajat, ada kebutuhan, dia mungkin lagi ada keperluan maka perlu berdiri untuk minum, maka ini tidak mengapa.

Para ikhwan dan akhwat yang dirahmati Allah سبحانه وتعالى, oleh karenanya kita simpulkan dari pembahasan kita pada kesempatan kali ini bahwasanya sunahnya seorang minum hendaknya dalam keadaan makan dan duduk dia mendapatkan ganjaran dari Allah سبحانه وتعالى. Namun jika dia ada keperluan, dia boleh minum dalam keadaan berdiri.

Alhafizh Ibnu Hajar pernah berkata:

إذا رُمْتَ تَشْرَبُ فاقْعُـدْ تَفُزْ بِسُنَّةِ صَفْوَةِ أهلِ الحِجـــازِ

Jika kau hendak minum maka minumlah dalam keadaan duduk maka kau akan mendapatkan pahala sunnahnya Nabi صلّى اللّه عليه وسلّم pemimpin ahlul hijaz.

وقـد صَحَّحُـوا شُرْبَهُ قائِماً ولكنه لبيانِ الجــــــوازْ

Para ulama telah membenarkan Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم pernah minum dalam keadaan berdiri akan tetapi beliau minum berdiri tersebut untuk menjelaskan bolehnya minum berdiri.

Jadi kita umat Islam kalau ingin mengikuti sunnah Nabi صلّى اللّه عليه وسلّم asalnya kita minum dalam keadaan duduk. Namun jika ada keperluan, ada kebutuhan boleh kita minum berdiri sebagaimana yang dijelaskan oleh Nabi صلّى اللّه عليه وسلّم.

Demikian.

السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

✒ Tim Transkrip Materi BiAS