Rabu, 04 Februari 2015

TAZKIYATUN-NUFUS Halaqoh 008 - 010

TAZKIYATUN-NUFUS
Halaqoh #008
Bab 2: Keutamaan Ilmu dan Ulama #1
Keutamaan Ilmu bagian 1
Ustadz Tauhiddin Ali Rusdi Sahal, Lc

Bismillahirrohmaanirrohiim
Assalamualaikum warohmatullaahi wabarokatuh

Alhamdulillaah washsholaatu wassalaamu 'ala Rasulillah, wa'ala 'alihi wa shohbihi wa man tabi'ahum bihuda ila yaumil qiyamah. 'Amma ba'ad

Ikhwani wa akhawati fillah rohimani wa rohimakumullahu jamian, alhamdulillah, pada halaqoh yang ke delapan ini   ان شاء الله ﺗﻌﺎﻟﯽٰ  kita masuk pada bab yang kedua, bab Keutamaan Ilmu dan Ulama.

Pada bab ini tentu akan diterangkan tentang keutamaan ilmu dan kemuliaan para ulama.

Berkata Syaikh DR Akhmad Farid, "Apakah itu Ilmu ? Ilmu adalah yang tegak diatas dalil. Dan ilmu yang dimaksud adalah ilmu Al-Qur'an dan Sunnah yang dipahami dengan pemahaman salaful ummah".

Karena sejatinya ilmu adalah firman Allah, sabda Rosulullah dan juga perkataan para sahabat. Tiga hal inilah yang menjadi rujukan di dalam kita mencari ilmu syar'i yang harus kita pelajari.

Adapun tentang keutamaannya, berkata Syaikh, "Disebutkan dalam al-Qur'an, diantaranya adalah firman الله سبحانه و تعالىٰ: QS Al-Mujaadalah ayat 11:

.......يَرْفَعِ الله الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ.......

"Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat".

Setelah الله سبحانه و تعالىٰ melihat hati hamba-hambanya, kemudian Allah memilih diantara hambaNya untuk beriman, karena hati mereka siap untuk mendapatkan iman, hidayah, Allah tinggikan mereka derajatnya.  Dan diantara orang-orang yang beriman Allah pilih kembali untuk menjadi orang-orang yang berilmu, mengemban agama ini. Sehingga menjadi orang yang berilmu adalah pilihan, kebaikan dari الله سبحانه و تعالىٰ.

Dalam ayat yang lain juga الله سبحانه و تعالىٰ menyebutkan tentang keutamaan orang yang berilmu ini: QS Azzumar ayat 9

.......قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ.......

"Katakanlah, apakah sama orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu ?"

Tentu jawabannya adalah tidak sama, pertanyaan ini adalah pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban. Karena sangat bisa dipahami bahwa sangat berbeda antara orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu. Hal ini sebagaimana yang dituturkan oleh Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :

........ فَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِي عَلَى أَدْنَاكُمْ .........

"Keutamaan orang yang berilmu diatas ahli ibadah, seperti keutamaanku diatas orang yang rendahan diantara kalian, yakni para sahabat".

Tentu ini adalah kemuliaan, dan ini adalah kedudukan yang mulia. Bagaimana tidak ?, الله سبحانه و تعالىٰ telah mengangkat derajat orang-orang yang berilmu, sampai Nabi mengatakan kedudukannya seperti kemuliaannya diatas ahli ibadah, seperti kemuliaan Rosulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, diatas orang yang rendahan diantara para sahabat.

Adapun dalam berita riwayat yang shohih, akan keutamaan ilmu, diantaranya sabda Rosulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :

..........وَمَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ

"Barang siapa yang Allah kehendaki kepadanya kebaikan, maka Allah akan pahamkan ia agama".
(Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim).

Jadi orang yang paham terhadap die/ faqih, faqih dalam artian: dia faqqih mengetahui hukum-hukum fiqih, mengetahui ahkamusy-syariah. Atau faqqih dalam arti lebih dari ini. Sebagaimana ucapan Abu Darda:

من فقه العبد أن يعلم نزغات الشيطان آنى تأتيه

"Diantara kedalaman pemahaman seorang hamba, adalah mengetahui bisikan-bisikan syaiton, kapanpun datangnya".

Ini dikatakan oleh sahabat yang mulia Abu Darda  رضي الله ﺗﻌﺎﻟﯽٰ عنه sebagai kedalaman pemahaman seorang hamba dalam agamanya. Sehingga fiqih fiddin, kaitannya dengan fiqih ahkamusy-syariah, hukum-hukum syariah juga yang lainnya. Itu juga dikatakan sebagai faqih.

Kalau kita simak hadits yang pertama tadi, "Barang siapa yang Allah menghendaki kebaikan baginya, maka Allah akan fahamkan ia agama". Ini sebagaimana diungkapkan oleh Syaikh Bin Baz رحمه الله تعالى, beliau mengatakan:
الذي لا يتعلم ولا يتفقه ما أراد الله به خيرا

"Orang yang tidak belajar dan tidak mau menuntut ilmu, tidak mau bertafaqquh fiddin, berarti dia tidak diinginkan kebaikan oleh الله سبحانه و تعالىٰ.

Diantara keutamaan ilmu yang lainnya, sabda Rosulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :

......... مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

"Barang siapa yang meniti jalan dalam rangka menuntut ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga".
(HR. Muslim dan yang lainnya.)

Makna meniti jalan dalam rangka menuntut ilmu, disebutkan oleh Syaikh itu ada dua:
a). Meniti jalan dalam arti haqiqi, yaitu berjalan kaki menuju ke majelis-majelis orang-orang yang berilmu.
b). Meniti jalan dalam arti maknawiyah yang mengantarkan kepada dasar-dasar ilmu, seperti menghapal dan mempelajarinya.

Dan diantara makna "maka Allah mudahkan baginya jalan menuju surga" adalah, الله سبحانه و تعالىٰ memudahkan baginya ilmu yang dia tuntut, sehingga dia menempuh jalannya dan Allah mudahkan baginya, karena sesungguhnya ilmu adalah jalan menuju surga.

Adakah penuntut ilmu, sehingga dia akan ditolong atasnya. Dengan ilmunya ia akan ditolong menuju surga الله سبحانه و تعالىٰ.

Keutamaan yang begitu besar, bagi orang-orang yang berilmu, bagi orang-orang yang menuntut ilmu, karena dengan ilmunya dia berjalan menuju surga الله سبحانه و تعالىٰ.

Makna yang kedua, jalan menuju surga pada hari kiamat, yaitu sirath, baik sebelum sirath ataupun sesudah sirath. Dan ilmu itu mengantarkan kepada الله سبحانه و تعالىٰ melalui jalan yang terdekat. Maka barang siapa yang meniti jalan menuntut ilmu, maka ia akan sampai kepada الله سبحانه و تعالىٰ, akan sampai pula ke surga الله سبحانه و تعالىٰ, melalui jalan yang terdekat.

Ilmu juga adalah petunjuk yang menunjuki manusia, yang menunjuki orang yang menuntut ilmu tadi, yang mempelajarinya, yang menkajinya di dalam kegelapan jahil, kegelapan kebodohan, kegelapan kerancuan dalam berfikir atau syubhat, dan kegelapan keragu-raguan., karena ini adalah semuanya kegelapan. Karena orang yang jahil, dia akan rancu dalam berfikir, mengira bahwa dalam ayat satu dengan ayat lainnya terjadi kontradiksi, karena kejahilannya, kedangkalan ilmunya, sehingga menganggap seolah-olah ada kontradiksi dalam firman الله سبحانه و تعالىٰ.

Karena kedangkalan dalam masalah agama, menganggap seolah-olah ada kontradiksi antara al-Qur'an dan hadits-hadits yang shohih, sehingga naudzubillah sampai akhirnya menolak hadits yang shohih karena dianggap kontradiksi dengan al-Qur'an. Dan ini adalah karena kejahilan, maka dia harus belajar. Karena kejahilannya ini mengantarkan kepada kerancuan dalam berfikir. Justru mendewakan akalnya, tidak tunduk terhadap dalil, tidak tunduk terhadap firman Allah dan tidak tunduk terhadap sabda Rosulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

Karena sejatinya kita diberi akal oleh الله سبحانه و تعالىٰ adalah terbatas, akan mampu menjangkau pada hal-hal memang yang dimampuhi oleh akal ini, dan tidak akan mampu menjangkau pada hal-hal yang memang akal tidak mampu. Sehingga kita dibarengi dalam menuntut ilmu itu dengan kitabullah dan sunnah Rosulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. Karena akal ibarat mata dan mata tidak akan mampu melihat tanpa cayaha, dan kitabullah dan sunnah Rosulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ adalah cahaya. Ilmu adalah cahaya, sehingga mata mampu melihat karena ada pantulan cahaya, pantulan ilmu kitabullah dan sunnah Rosulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, oleh karenanya الله سبحانه و تعالىٰ menamakan kitabnya al-Qur'an dengan nama Nuur, yaitu cahaya, karena cahaya itu memberi petunjuk, menerangi dari kegelapan, dari kegelapan yang tadi disebutkan oleh Syaikh yaitu kegelapan kebodohan, kegelapan kerancuan dalam berfikir dan kegelapan keragu-raguan.

Demikian pula karena kegelapan keraguan, yaitu kegelapan karena kejahilannya dalam masalah ilmu sehingga dia ragu, ragu dalam perkara akhirat, ragu dalam masalah pahala, ragu dalam masalah benar, salah, ragu dalam masalah haq dan bathil. Hal ini adalah karena kejahilannya, maka harus ditopang dengan ilmu yang shohih, kitabullah dan sunnah Rosulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, sesuai dengan pemahaman sahabat, sesuai dengan pemahaman para salaful ummah. Mereka orang-orang yang dididik langsung oleh Rosulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, yang belajar langsung bersama guru yang terbaik Nabi محمد صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

Demikian semoga berfaedah dan bermanfaat.
Akhiru dakwana 'anilhamdulillahirobbil'alamin.

Wassalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh.

Disalin oleh: Ummu Della
Dimuroja'ah oleh: Ustadz Tauhiddin Ali Rusdi Sahal, Lc
Berdasarkan kitab Tazkiyatun Nufus (penulis: Syaikh DR Ahmad Farid)


TAZKIYATUN-NUFUS
Halaqoh #009
Bab 2: Keutamaan Ilmu Dan Ulama #2
Keutamaan Ilmu bagian 2: 
Ustadz Tauhiddin Ali Rusdi Sahal, Lc

BismiLLahirrohmaanirrohiim
Assalamualaikum warohmatuLLahi wabarokatuh

Innalhamdalillaahi nahmaduhu wanastaiinuhu wanastaghfiruhu Wanaudzubiillah minsyurruri anfusinaa wasayyiati amaalinnaa Manyahdihillahu fala mudhillalah Wa man yudhlilhu fala haadiyalah Wa asyhadu allaa ilaaha illallaahw ahdahu laa syariikalah wa asyhadu anna muhammadan abduhu wa rasuuluh laa nabiya walarosula badahu, amma baad.

Ikhwani wa akhawati fillah rohimani wa rohimakumullah jamian, saudara dan saudariku sekalian yang dirahmati oleh الله سبحانه و تعالىٰ, dimanapun anda berada, pada halaqoh yang ke sembilan ini, masih pada kelanjutan bab yang kedua yaitu Keutamaan Ilmu Dan Ulama. Yaitu masih pada riwayat-riwayat tentang Keutamaan Ilmu Dan Ulama.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنْ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا ...

Dari Abdullah bin Amru bin Al Ash [lalu aku dengar ia] berkata, 'Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda,Sesungguhnya الله سبحانه و تعالىٰ tidak mencabut ilmu secara langsung dari dada manusia, akan tetapi الله سبحانه و تعالىٰ mencabut ilmu dengan mewafatkan para ulama. Maka apabila tidak tersisa seorang alim pun, manusia akan menjadikankan pemimpin-pemimpin orang-orang yang bodoh. Maka mereka pemimpin-pemimpin yang bodoh itu akan ditanya, dan mereka pun akan memberi fatwa tanpa ilmu, maka mereka sesat dan menyesatkan. (HR Bukhori dan Muslim)

Adapun tentang yang dimaksud dalam hadits ini, Ubadah bin Shomit  رضي الله ﺗﻌﺎﻟﯽٰ عنه  ditanya tentang hadits ini, beliau berkata, Kalau kamu mau niscaya aku  kabarkan kepadamu tentang ilmu yang pertama kali diangkat dari manusia, beliau mengatakan, yaitu: khusuk. Inilah ilmu yang pertama kali diangkat dari manusia kata beliau.

Mengapa beliau mengatakan demikian ?
Ubadah bin Shomit  رضي الله ﺗﻌﺎﻟﯽٰ عنه  mengatakan demikian, karena ilmu itu ada dua macam, yaitu salah satunya ilmu yang buahnya ada pada hati manusia, yaitu ilmu tentang الله سبحانه و تعالىٰ, nama-namaNya, sifat-sifatNya dan perbuatanNya yang melahirkan rasa khosyyah kepada الله سبحانه و تعالىٰ dan pengagungan kepada Nya, dan rasa cinta kepada الله سبحانه و تعالىٰ dan harap kepada Nya, dan rasa tawakkal kepadaNya, sikap penyandaran sepenuhnya kepada الله سبحانه و تعالىٰ.

Dan inilah ilmu yang bermanfaat. Inilah yang dimaksud ilmu yang pertama kali diangkat, yaitu ilmu nafi, ilmu yang melahirkan khosyyah, ilmu yang melahirkan rasa takut kepada الله سبحانه و تعالىٰ. Dan inilah sejatinya ilmu yang dipelajari, yakni ilmu nafi / ilmu yang bermanfaat.  Yaitu ilmu yang memberikan konsekuensi, untuk menjadikan seseorang semakin taat dan beribadah kepada الله سبحانه و تعالىٰ, bukan semakin jauh dari الله سبحانه و تعالىٰ. Bukan semakin membangkan kepada الله سبحانه و تعالىٰ.

Dan inilah ilmu yang sejatinya kenapa harus dipelajari, karena ilmu dipelajari bukan karena dzat nya, bukan karena ilmu itu sendiri, tetapi ilmu dipelajari sebagai sarana atau wasilah untuk semakin taat, untuk semakin sempurna ubudiyah kita kepada الله سبحانه و تعالىٰ. Karena inti diciptakan manusia dan jin adalah untuk beribadah kepada الله سبحانه و تعالىٰ.

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ(56)

Dan tidaklah kuciptakan manusia dan jin, kata Allah, melainkan supaya mereka beribadah kepadaKu.(QS Adz-Dzariyaat ayat 56)

Dan ilmu yang bermanfaat inilah yang melahirkan khosyyah kepada الله سبحانه و تعالىٰ, sehingga الله سبحانه و تعالىٰ memuji hamba-hambaNya, karena hanya orang yang berilmu inilah ini yang bisa khosyyah kepada الله سبحانه و تعالىٰ.

....... إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ (28) ........

Sesungguhnya yang takut kepada الله سبحانه و تعالىٰ diantara hamba-hambaNya, hanyalah orang-orang yang berilmu, al-ulama.(QS Faathir ayat 28)

(Hal itu) Karena ilmu bukan banyaknya periwayatan, bukan menyebutkan hadits-hadits saja, tapi ilmu itu yang melahirkan khosyatullah. Hal ini sebagaimana dituturkan oleh sahabat yang mulia Abdullah bin Masud  رضي الله ﺗﻌﺎﻟﯽٰ عنه ,:

ليس العلم بكثرة الرواية ولكن العلم خشية

Bukannya ilmu itu dengan banyaknya periwayatan, tetapi ilmu adalah rasa takut kepada الله سبحانه و تعالىٰ.

إنما العلم خشية
Ilmu hanyalah rasa takut kepada الله سبحانه و تعالىٰ.

Ini juga sebagaimana yang diucapkan oleh sahabat yang mulia Abdullah Ibnu Masud:

إن أقواما ِ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ ولكن إذا وقع  في القلب فرسخ فيه نفع

Sesungguhnya ada golongan kaum, yang mereka membaca Quran, tetapi bacaan mereka tidak melewati tenggorokan mereka.Andai saja bacaan quran mereka itu masuk dalam hati, akan menghujam kuat di hati, maka pasti ia akan bermanfaat".

Dan berkata Hasan Al Basri rahimahullah, Ilmu itu ada 2 macam, yaitu:
1.         Ilmu yang ada di lisan
Yaitu ilmu yang akan menghujat anak keturunan Adam. Sebagaimana dalam hadits, Al-Quran itu yang akan membelamu atau yang akan menghujatmu (HR Muslim).
2.         Ilmu yang ada di hati
Inilah ilmu yang bermanfaat, yang kita sebutkan tadi, ilmu yang melahirkan kosyyah, ketundukan ibadah kepada الله سبحانه و تعالىٰ, ilmu inilah yang melahirkan ketundukan khosyyah, ubudiyah kepada الله سبحانه و تعالىٰ, melembutkan hati, tidak mempertentangkan  dan mempermasalahkan aturan الله سبحانه و تعالىٰ. Menjadikan semakin taat dan beribadah kepada الله سبحانه و تعالىٰ. Dan inilah yang tadi dikatakan oleh Ubadah bin Shomit, yang pertama kali diangkat.

Ditegaskan kembali oleh Syaikh DR Ahmad Farid, Maka yang pertama kali diangkat dari ilmu adalah ilmu nafi, ilmu yang bermanfaat. Yaitu ilmu bathin, ilmu tazkiyatun nufus, ilmu jiwa, yang apabila telah bercampur dengan hati, akan memperbaiki hati, menjadikan hati semakin taat, mudah menerima kebenaran, bergetar tatkala menyebutkan nama الله سبحانه و تعالىٰ, takut akan adzab الله سبحانه و تعالىٰ, berharap untuk mendapatkan surga الله سبحانه و تعالىٰ, cinta, ingin berjumpa dengan الله سبحانه و تعالىٰ, cinta dan ingin berjumpa dengan orang yang dicintai الله سبحانه و تعالىٰ, yaitu Rosulullah  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

Inilah ilmu yang melembutkan hati, ilmu yang mampu melembutkan  kerasnya hati karena noda-noda maksiat, karena pikiran-pikiran jahat. Maka apabila telah diangkat ilmu ini hingga tersisa di sana ilmu lisan. Ilmu yang ada sekedar di lisan. Pandai berbicara, mengolah kata tetapi tidak diamalkan, banyak khuthobanya (ahli pidato), tetapi sedikit ulamanya, banyak orang yang tulis menulis, tapi tidak bersumber dari kitabullah dan sunnah Rosulullah  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, yang kosong dari amal, sekedar teori yang dikumpulkan dari ucapan-ucapan barat yang tidak bernilai kemanfaatan.
Tatkala ilmu khosyyah  itu telah diangkat, tatkala ilmu bathin, ilmu fil qolbi telah diangkat, maka manusia akan bermudah-mudahan, mereka tidak mengamalkan konsekuensi dari ilmu itu, tidak melahirkan tuntutan dari ilmu itu, tidak para pengemban ilmu ini, tidak pula selain mereka. Kemudian hilanglah ilmu ini, diangkatlah ilmu ini, dengan meninggalnya para pengemban, sehingga tegaklah kiamat kepada mereka yang seburuk-buruk makhluk, sejahat-jahat makhluk, yang sudah tidak mengenal lagi الله سبحانه و تعالىٰ, yang keras hati mereka, sudah tidak ada lagi di hati mereka nama الله سبحانه و تعالىٰ. Sudah tidak mengenal Allah, tidak menyebut nama Allah, tidak mengagungkanNya. Naudzubillah, summa naudzubillah.

Semoga الله سبحانه و تعالىٰ menyelamatkan kita semua dan memberikan taufik kepada kita untuk meraih ilmu yang bermanfaat. Yaitu ilmu yang bersumber dari kitabullah dan sunnah Rosulullah  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan ilmu yang diamalkan. Dan semoga الله سبحانه و تعالىٰ memberikan taufik kepada kita untuk istiqomah diatas Dien, senantiasa mempelajarinya dan mengamalkannya, meskipun orang semakin menjauhkannya.

Wallahutaala wa alam bishshowab, walhamdulillahirrobbil alamiin.  Haada maakulu lakum, wa sallallahu ala nabiyyina Muhammadin    wa ala alihi wa barik wa salim, walhamdulillahirobbil alamin.

Wassalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh.

Disalin oleh: Ummu Della
Dimuroja'ah oleh: Ustadz Tauhiddin Ali Rusdi Sahal, Lc
Berdasarkan kitab Tazkiyatun Nufus (penulis: Syaikh DR Ahmad Farid)


TAZKIYATUN-NUFUS 
Halaqoh #010
Bab 2: Keutamaan Ilmu Dan Ulama #3
Keutamaan Ilmu bagian 3: 
Ustadz Tauhiddin Ali Rusdi Sahal, Lc

BismiLLahirrohmaanirrohiim
Assalamualaikum warohmatuLLahi wabarokatuh

Innalhamdalillaahi nahmaduhu wanastaiinuhu wanastaghfiruhu Wanaudzubiillah minsyurruri anfusinaa wasayyiati amaalinnaa. Manyahdihillahu fala mudhillalah Wa man yudhlilhu fala haadiyalah.Asyhadu allaa ilaaha illaLLaah wahdahu laa syariikalah wa asyhadu anna muhammadan abduhu wa rasuuluh laa nabiya walarosula badahu.

Ikhwani fiddiin wa akhawati fillah rohimani wa rohimakumullah jamian, saudara dan saudariku sekalian yang dirahmati oleh الله سبحان و تعالىٰ , dimanapun anda berada, semoga الله سبحان و تعالىٰ  senantiasa memberikan kepada kita nikmat sejuknya untuk menuntut ilmu, pada halaqoh yang ke sepuluh ini, dari rangkaian kajian kita Tazkiyatun Nufus masih pada bab yang kedua yaitu penjabaran riwayat-riwayat tentang Keutamaan Ilmu.

Berkata Syaikh DR Ahmad Farid hafidzohullahu taala, diantara dalil-dalil yang menunjukkan akan keutamaan ilmu dan juga ahli ilmu, yaitu sabda Rosulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ 

لَا حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ الله مَالًا فَسُلِّطَ عَلَى هَلَكَتِهِ فِي الْحَقِّ وَرَجُلٌ آتَاهُ الله الْحِكْمَةَ فَهُوَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلِّمُهَا

Tidak ada hasad kecuali dalam 2 perkara:
1.         Seseorang yang Allah beri harta, kemudian dibelanjakan diatas jalan kebenaran atau digunakannya untuk membela kebenaran.
2.         Seseorang yang Allah beri ilmu, kemudian mengamalkannya dan mengajarkannya.
(HR Bukhori dan Muslim)

Rosulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  dalam hal ini menerangkan bolehnya kita memiliki keinginan yang serupa yang dimiliki oleh orang-orang yang Allah beri harta dan dibelanjakannya di jalan الله سبحان و تعالىٰ /jalan kebenaran atau seseorang yang Allah beri ilmu dan mengamalkannya dan mengajarkan manusia.

Rosulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  bersabda,:

إِنَّمَا الدُّنْيَا لِأَرْبَعَةِ نَفَرٍ عَبْدٍ رَزَقَهُ الله مَالًا وَعِلْمًا فَهُوَ يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ وَيَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ وَيَعْلَمُ الله فِيهِ حَقًّا فَهَذَا بِأَفْضَلِ الْمَنَازِلِ وَعَبْدٍ رَزَقَهُ الله عِلْمًا وَلَمْ يَرْزُقْهُ مَالًا فَهُوَ صَادِقُ النِّيَّةِ يَقُولُ لَوْ أَنَّ لِي مَالًا لَعَمِلْتُ بِعَمَلِ فُلَانٍ فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَأَجْرُهُمَا سَوَاءٌ وَعَبْدٍ رَزَقَهُ الله مَالًا وَلَمْ يَرْزُقْهُ عِلْمًا فَهُوَ يَخْبِطُ فِي مَالِهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ لَا يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ وَلَا يَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ وَلَا يَعْلَمُ الله فِيهِ حَقًّا فَهَذَا بِأَخْبَثِ الْمَنَازِلِ وَعَبْدٍ لَمْ يَرْزُقْهُ الله مَالًا وَلَا عِلْمًا فَهُوَ يَقُولُ لَوْ أَنَّ لِي مَالًا لَعَمِلْتُ فِيهِ بِعَمَلِ فُلَانٍ فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَوِزْرُهُمَا سَوَاءٌ

Sesungguhnya dunia itu hanya milik 4 orang (hanya milik 4 golongan):

Pertama, milik seorang yang Allah beri harta dan ilmu, yang dia bertakwa kepada الله سبحان و تعالىٰ  dalam hartanya itu, kemudian menyambung silaturahminya, dan mengetahui bahwa ada hak Allah dalam hartanya tersebut. Maka golongan yang pertama ini adalah sebaik-baik orang yang menempati kedudukan di sisi الله سبحان و تعالىٰ .

Kedua, seorang yang Allah berikan ilmu tetapi tidak diberi harta (Allah anugerahi rizki ilmu tapi tidak diberi rizki harta), namun dia berkata, Kalau sekiranya aku ini memiliki harta, niscaya aku akan melakukannya seperti Fulan", (yakni kelompok yang pertama). Maka seseorang ini dengan niatnya yang sholehah dan kedua orang ini pahalanya sama (pahala kelompok/golongan yang kedua ini seperti yang pertama, karena ilmunya).

Ketiga, seorang yang Allah berikan harta tetapi tidak diberi ilmu, dan dia belanjakan hartanya, tidak bertakwa kepada الله سبحان و تعالىٰ  (Robbnya) di dalam hartanya tersebut, tidak menyambung tali silaturahminya, juga tidak mengetahui bahwa Allah punya hak pada hartanya tersebut. Maka golongan yang ketiga ini, menempati seburuk-buruk kedudukan di sisi الله سبحان و تعالىٰ .

Keempat, seorang yang tidak diberi harta dan tidak pula ilmu, dia berkata, Kalau sekiranya aku punya harta, niscaya aku akan mengamalkan seperti perbuatan Fulan, yakni kelompok yang ketiga, seperti orang yang ketiga. Dia dengan niatnya itu (niat untuk meniru menghambur-hamburkan harta tadi), maka keduanya dalam dosa sama.

Jadi golongan yang keempat ini, meski dia tidak punya harta, tidak punya ilmu, tapi karena dia meniru, mengikuti orang yang ketiga, maka dia dosanya sama.
(HR Tirmidzi, beliau berkata hadits ini hasan shohih, juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Majah dan dishohihkan oleh Imam AlBani Rahimahullahu taala).

Berkata Syaikh DR Ahmad Farid hafidzahullahu taala, disini kita lihat bahwa, kembalinya kebahagiaan itu secara global adalah kembalinya pada ilmu dan konsekuensi dari ilmu. Empat golongan manusia yang hidup di dunia ini, yang beruntung adalah orang yang memiliki ilmu, baik yang kaya dan berilmu atau yang berilmu saja. Karena seorang yang berilmu dia punya niat yang sholihah, dia tahu, karena dengan sekedar niat yang benar, sudah bisa menyampaikan pada amal sholeh /amal kebaikan, sehingga meskipun dia miskin tidak punya harta, dia berangan-angan punya azam dan tekat seperti orang kaya yang membelanjakan hartanya di jalan الله سبحان و تعالىٰ . Sehingga keduanya punya keutamaan yang sama.

Sebaliknya kesengsaraan itu secara global, kembalinya kepada kebodohan dan buah dari kebodohan. Orang yang ketiga dan yang keempat, sekiranya dia tahu akan hak Allah pada hartanya, sekiranya tahu fungsi harta yang Allah berikan kepadanya, meskipun yang keempat tidak punya harta, tapi kalau dia tahu bahwa fungsi harta adalah juga untuk dibelanjakan di jalan الله سبحان و تعالىٰ , tentu dia tidak akan meniru golongan yang ketiga. Gara-gara sikap/tekat nya ingin meniru, cuma sekedar keinginan saja, dosa nya sama.

Makanya Rosulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , kaitannya dengan harta ini mengatakan,:

 نِعْمَ الْمَالُ الصَّالِحُ لِلْمَرْءِ الصَّالِحِ

Seutama-utama harta yang baik itu adalah harta yang dimiliki oleh hamba Allah yang sholeh.

Karena kalau orang sholeh, kaya raya, dia pasti akan membelanjakan di jalan الله سبحان و تعالىٰ , membangun masjid, apabila dia tahu berilmu, dimana Rosulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  mengatakan:

مَنْ بَنَى مَسْجِدًا الله بَنَى الله لَهُ فِي الْجَنَّةِ

Barang siapa yang membangun masjid karena Allah di dunia, الله سبحان و تعالىٰ  akan membangunkan baginya rumah di surga

Dia akan membangun pesantren, dia akan membangun fasilitas-fasilitas umum yang bermanfaat bagi kaum muslimin, seperti pengairan, sumur, ataupun irigasi yang dibutuhkan oleh kaum muslimin. Atau mungkin bendungan, jikalau dia memang kekayaannya tidak terhitung.

Seutama-utama harta yang baik itu yang dimiliki oleh hamba Allah yang sholeh.

Berkata Imam Ahmad, tentang kaitannya keutamaan ilmu itu, Manusia itu membutuhkan kepada ilmu, lebih dari kebutuhannya terhadap makanan dan minuman. Karena kita tahu, karena makanan dan minuman seorang membutuhkannya paling sekali atau dua kali. Sedangkan ilmu seseorang membutuhkannya hitungan nafas".

Setiap saat dia membutuhkan ilmu, dia berjual-beli butuh ilmu, dia bermualamah dengan masyarakat, butuh ilmu, bagaimana cara yang benar dalam Islam, dia bersilaturahmi, dia butuh ilmu, bagaimana cara silaturahmi yang benar. Dia bertamasya butuh ilmu, bagaimana tamasya yang benar menurut Islam. Dia ingin menjenguk orang sakit, butuh ilmu, bagaimana adab-adab yang benar menurut Islam. Semua dibutuhkan ilmu, ingin sholat, ingin bayar zakat, ingin berhaji, semua ibadah dibutuhkan ilmu. Bahkan kebahagiaan dunia dengan ilmu, kebahagian akhirat dengan ilmu.

Imam Syafii rahimahullahu taala mengatakan, Barang siapa yang menginginkan kebahagiaan dunia, maka dengan ilmu, barang siapa yang menginginkan kebahagian akhirat, maka dengan ilmu.

Dan kebahagian dunia dan akhirat, kalau ingin menggapainya adalah dengan ilmu yang ada di hati.

Berkata Sufyan Ibn Uyainah, Orang yang tinggi kedudukannya di hadapan الله سبحان و تعالىٰ  dan dihadapan hamba-hambanya, mereka itulah adalah para nabi dan para ulama.

Mengapa para ulama dikatakan kedudukannya tertinggi setelah para nabi ? Karena Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  bersabda:
الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ

Ulama adalah pewaris para Nabi. Dan Susungguhnya Para Nabi tidak mewariskan Dinar, tidak pula Dirham. Mereka itu hanya mewarisi ilmu. Barang siapa yang mengambil bagian dari ilmu ini, maka dia sungguh telah mengambil bagian yang banyak, bagian yang cukup.

Kemudian Syaikh DR Ahmad Farid menutup pembahasan Keutaan Ilmu dan Ulama ini dengan perkataan syair:

Tidak ada kebanggan kecuali yang dimiliki oleh orang-orang yang berilmu, karena sesungguhnya mereka diatas petunjuk, dan mereka menunjukkan jalan yang lurus kepada siapa saja yang mencari hidayah.

Dan kadar kemuliaan seseorang itu, tergantung apa yang dia tekuninya.

Dan orang-orang yang bodoh itu menjadi musuh bagi orang-orang berilmu.

Maka beruntunglan dengan ilmu, sukseslah dengan ilmu, maka akan hidup dengan kehidupan yang abadi. 

Orang-orang itu telah meninggal, sedangkan ahlul ilmi adalah orang-orang yang hidup.

Karena orang-orang yang berilmu, terus disebut namanya meskipun dia telah meninggal, sedangkan orang-orang biasa tidak dikenal zaman lagi, tidak dikenal namanya, karena dia bukan orang-orang yang berilmu.
Dan ini sudah menjadi pelajaran yang harus kita lihat, dari para ulama ahlus sunnah yang ada, meskipun mereka telah wafat, telah meninggal dunia, tetapi nama-nama mereka masih harum, nama-nama mereka masih tersusun rapi di kitab-kitab dan juga di benak kaum muslimin yang cinta terhadap ilmu.

Semoga الله سبحان و تعالىٰ  memberikan taufik kepada kita, untuk kita cinta terhadap ilmu dan ahlinya, dan juga diberikan semangat terus untuk menuntut ilmu, terutama untuk meluruskan hati ini, sehingga hati ini tidak menceng dari jalan الله سبحان و تعالىٰ , namun hati ini lurus di jalanNya dan senantiasa mendapatkan naungan dari الله سبحان و تعالىٰ , mendapatkan taufik untuk menikmati indahnya Islam.

Wabillahi taufik. Demikian semoga berfaedah dan bermafaat.
Haada maakuulu lakum, walhamdulillahirobbil alamin.

Wassalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh.

Disalin oleh: Ummu Della
Dimuroja'ah oleh: Ustadz Tauhiddin Ali Rusdi Sahal, Lc
Berdasarkan kitab Tazkiyatun Nufus (penulis: Syaikh DR Ahmad Farid)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar